BANDUNG, KOMPAS - Peledakan bom di Bali 2002 sudah 16 tahun berlalu, tetapi dampaknya masih dirasakan para korban dan keluarga mereka. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan, negara memperhatikan korban dan keluarga korban tindak pidana terorisme, termasuk penyintas bom Bali, terlebih dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menempatkan korban terorisme, baik korban langsung maupun tidak langsung, jadi tanggung jawab negara.
Korban terorisme mendapat perlindungan dari negara, antara lain, berupa bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, serta santunan bagi yang meninggal.
”Peraturan pemerintah untuk undang-undang itu sedang dibahas. Peraturan pemerintah itu akan memasukkan poin-poin yang mengakomodasi perlindungan bagi korban terorisme masa lalu,” kata Direktur Perlindungan BNPT Brigadir Jenderal (Pol) Herwan Chaidir di Kuta, Badung, Bali, Jumat (5/10/2018).
Herwan mengatakan itu dalam serangkaian seminar bertema ”Memahami dan Mengerti Dampak Terorisme” yang diadakan Yayasan Isana Dewata untuk memperingati 16 tahun bom Bali.
Dalam seminar itu, Konsul Jenderal Australia di Denpasar Helena Studdert menyatakan, tragedi bom Bali 2002 memberikan kesempatan bagi Australia dan Indonesia untuk memperkuat kerja sama dan kapasitas setiap negara dalam menangani terorisme.
Studdert mengungkapkan, Australia dan Indonesia menyadari bahwa respons hukum dan ketertiban saja tidak cukup untuk menanggulangi ancaman terorisme.
Kedua pemerintah juga memfokuskan upaya pencegahan intoleransi dan radikalisme serta kerja sama untuk mempromosikan toleransi dan perdamaian.
Dalam pembukaan seminar, Ketua Yayasan Isana Dewata yang juga penyintas bom Bali 2002 Thiolina F Marpaung menyatakan, korban bom Bali sudah mendapatkan bantuan, antara lain layanan psikologi dan layanan medis.
Akan tetapi, mereka belum mendapatkan kompensasi, sebelum terbitnya UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Penyintas bom Bali 2002, Gatot Indro Suranto, mengatakan, korban dan keluarga korban terorisme berharap pemerintah memberi jaminan kesehatan kepada korban dan keluarga korban serta bantuan pendidikan bagi anak-anak korban.
”Kami juga berharap ada bantuan modal usaha bagi korban dan keluarga korban terorisme,” ujar Gatot. (COK)