Suami Berperan Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Oleh
Angger Putranto
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS - Tingginya angka kematian ibu dan bayi membuat banyak pihak berlomba-lomba melahirkan inovasi untuk menekan jumlah kasus tersebut. Puskesmas Sempu Banyuwangi, Jawa Timur, melibatkan peran suami sebagai pihak penting yang dapat turut menekan angka kematian ibu dan bayi.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka kematian ibu mencapai 359 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Adapun angka kematian bayi mencapai 24 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian neonatal 15 per 1.000 kelahiran hidup.
Di tahun 2012 dan tahun 2013, Kecamatan Sempu Banyuwangi merupakan kecamatan dengan angka kematian tertinggi se-Banyuwangi. Ditemui di Banyuwangi, Jumat (5/10/2018), Kepala Puskesmas Sempu Hadi Kusairi mengatakan, pada tahun 2012 dan 2013 terdapat 16 kasus kematian ibu melahirkan dan 28 kasus kematian bayi.
"Namun berkat inovasi program Sakina (Stop Angka Kematian Ibu dan Anak) sejak tahun 2015 sudah tidak ada lagi kasus kematian ibu dan anak di Kecamatan Sempu. Kendati sudah berhasil kami terus berupaya menjaga raihan ini termasuk melibatkan suami dalam upaya menekan angka kematian ibu dan bayi," ujarnya.
Suami, lanjut Hadi, memiliki peran penting dalam mengambil keputusan terkait tindakan medis bagi istri yang sedang hamil. Pasalnya para ibu selalu mengikuti saran atau perintah dari para suami.
Hadi mencontohkan, seorang ibu hamil dengan risiko tinggi enggan dibawa ke rumah sakit karena suaminya melarang. Larangan itu didasarkan pada ideologi yang dipercaya oleh suami.
"Ibu berumur 35 tahun itu akan melahirkan anak yang ke 10. Ibu tersebut jelas masuk kategori resiko tinggi. Saat kami arahkan agar melahirkan di puskesmas atau rumah sakit, ibu ini menolak dengan alasan dilarang oleh suami. Akhirnya kami memberi pengertian kepada suaminya hingga akhirnya ibu tersebut melahirkan dengan selamat," tutur Hadi.
Sadar akan kondisi tersebut, Hadi bersama jajarannya di Puskesmas Sempu menggelar kegiatan Ngobrol Pintar Bapak Resiko Tinggi (Ngopi Bapak Resti). Melalui program tersebut para suami dari ibu hamil resiko tinggi dikumpulkan secara berkala untuk mendapat sosialisasi tentang kesehatan kandungan.
Jumat, di halaman Puskesmas Sempu, sekitar 20 bapak-bapak berkumpul dan berbicara santai dengan didampingi para perawat laki-laki. Mereka mendiskusikan kondisi kandungan istrinya masing-masing dan mendapat informasi mengapa istrinya masuk dalam kategori resiko tinggi.
"Para suami juga diberi informasi bagaimana mendeteksi gangguan pada kehamilan serta melakukan perawatan kandungan. Ini semua dilakukan untuk menekan resiko kematian ibu dan bayi," kata Hadi.
Program Ngopi Bapak Resti merupakan pengembangan dari program Sakina yang telah berjalan sebelumnya. Apabila sebelumnya Sakina hanya melibatkan para para tukang sayur dan kader posyandu, kini suami dilibatkan langsung dalam upaya pencegahan kematian ibu dan bayi.
Salah satu peserta Program Ngopi Bapak Resti ialah Yustiana Risma Sandi (20). Ia menjadi peserta karena istrinya Deva Mei Nuriwati masih berumur 18 tahun sehingga masuk dalam kategori ibu hamil beresiko tinggi.
Sandi dan istrinya saat ini sedang menanti kelahiran anak pertama mereka dengan usia kandungan 8 bulan. Laki-laki yang sehari-hari bekerja di bengkel tersebut mengaku senang mendapat informasi yang perlu dan penting tentang kesehatan kandungan.
"Melalui program ini saya mendapat informasi tentang tanda-tanda jelang melahirkan. Kami diminta untuk tidak panik tetapi melakukan tahapan-tahapan dan menyiapkan kebutuhan jelang kelahiran," ujarnya.
Sandi juga senang bisa bertemu dengan bapak lain yang juga menantikan kelahiran anak mereka. Hal itu membuatnya belajar dari pengalaman para suami dalam mendampingi istrinya masing-masing.
Sementara Deva juga terbantu dengan adanya program Ngopi Bapak Resti, karena suaminya menjadi lebih bisa diandalkan. "Kini suami saya tahu apa yang harus dilakukan dalam menyiapkan kelahiran," ujarnya.