”Mereka sangat ramah dan tidak menakutkan. Tidak pernah meminta kopi atau teh. Tetapi, ada juga penduduk yang mengakui pernah membuatkan mereka kopi tanpa diminta, sebab mereka kasihan menyaksikan anggota-anggota tentara itu bekerja keras untuk peningkatan kesejahteraan mereka” (Kompas, Rabu, 27/8/1980, halaman 8).
Itulah laporan wartawan Kompas, Fahmy Myala, saat meliput program ABRI Masuk Desa (AMD) dari Kodam XIV/Hasanuddin. Lokasinya di Desa Allaere dan Toddopulia, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sebanyak 136 prajurit dari Batalyon 726 dipimpin Letnan Satu Infanteri Didi Soegito. Ada delapan proyek yang harus diselesaikan dalam 14 hari, mulai 20 Agustus hingga 2 September 1980. Proyeknya adalah jembatan gantung sepanjang 18 meter dan lebar 1,2 meter; bak air di masjid Toddopulia dan Allaere; rumah contoh di Desa Toddopulia; empat pos ronda dari bambu; jalan desa di Allaere; fasilitas MCK (mandi-cuci-kakus); dan pembersihan parit sepanjang 2.500 meter di Desa Allaere.
Selain pembangunan fisik, ada juga kegiatan nonfisik. Misalnya, penyuluhan soal Pancasila dan lingkungan, ceramah agama, pelatihan hansip, serta pelayanan kesehatan secara gratis. Dalam tempo tiga hari, hampir 400 warga berobat. Seluruh proyek yang merupakan kerja sama dengan pemda setempat ini menelan biaya Rp 500.000.
Program AMD II di Desa Gantung Ciri, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, memperlihatkan ”kedekatan” prajurit dengan warga. Di desa yang pernah dibumihanguskan saat zaman revolusi, kondisinya saat ini cukup maju. Rumah-rumahnya semipermanen. Hampir di setiap rumah tersedia sebuah meja, persis di depan jalan. Di atasnya ada cerek air, dengan beberapa gelas, dan makanan kecil.
Menurut seorang warga, semuanya itu disediakan untuk orang-orang yang bekerja. Yang laki-laki membantu tentara bekerja, sedangkan perempuan secara sukarela menyediakan konsumsi. Di desa ini digarap antara lain pembuatan jalan sepanjang 3,6 kilometer, pembuatan 8 saluran irigasi, rehabilitasi 7 sumur pompa, serta penyuluhan kesehatan dan penerangan tentang Keluarga Berencana.
Ada juga hal unik saat AMD di Desa Batakan, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, awal Desember 1980. Saat akan memindahkan empat kerangka pahlawan untuk dimakamkan di makam pahlawan, misalnya, penduduk tidak keberatan, asal diberi uang Rp 120.000 untuk selamatan setiap kerangka. Menurut Kepala Desa Batakan, jumlah ini wajar karena selamatan yang akan dilakukan itu lamanya 30 hari.