BANDA ACEH, KOMPAS - Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, memiliki potensi likuefaksi karena struktur lapisan tanahnya labil. Untuk mengurangi risiko bencana, pendirian bangunan di Banda Aceh diharapkan menyesuaikan kondisi tanah.
Dosen Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala, Nazli Ismail, Minggu (7/10/2018), menuturkan, Banda Aceh merupakan daerah rendah di pesisir pantai. Tanahnya berjenis aluvial yang terbentuk dari endapan lumpur dan pasir.
Menurut Nazli, tanah aluvial bersifat labil dan mudah jenuh. Jika terjadi guncangan karena gempa atau beban atas tanah terlalu berat, rentan terjadi likuefaksi. Likuefaksi merupakan fenomena alam saat tanah kehilangan daya ikat sehingga mencair secara mendadak.
Ketika tanah mencair, bangunan di atasnya terperosok ke dalam tanah. Peristiwa likuefaksi besar di antaranya terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, saat gempa 28 September.
Nazli menambahkan, hasil penelitian menunjukkan, lapisan tanah di Banda Aceh hingga pada kedalaman 130 meter terdiri dari pasir, tanah lempung, kerikil, pasir lempung, dan gambut. ”Tidak ditemukan batuan induk atau batuan dasar,” kata Nazli.
Kondisi itu ditemukan hampir di semua wilayah di Banda Aceh. Bahkan daerah seperti Alue Naga, Lingke, Lamprit, dan Ulee Lheu lapisan pasirnya mencapai kedalaman 10 meter.
Nazli mendorong Pemerintah Kota Banda Aceh menata pembangunan sesuai dengan kondisi tanah. Pada kondisi tanah yang labil, sebaiknya bangunan berbentuk lebar bukan vertikal.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Banda Aceh Gusmeri mengatakan, semua kawasan di Banda Aceh rawan gempa sehingga sukar membagi zonasi daerah aman. Untuk pembangunan gedung, bangunan harus tahan gempa. (AIN)