Diplomasi Kopi di Bali
Secangkir kopi nikmat, tidak melulu karena kualitas biji kopinya. Benar, kopi kualitas baik akan menghasilkan cita rasa baik pula. Namun, apabila racikannya tidak pas, nikmatkah yang didapat? Sama dengan kebijakan ekonomi, jika tidak tepat, maka bisa-bisa bangsa melarat.
Minuman kopi adalah perpaduan. Meleburnya bubuk kopi hitam dengan air, gula, susu, atau moka. Ada lagi, di Yogyakarta, secangkir kopi menjadi nikmat setelah ditambah seonggok arang panas. Kopi adalah minuman yang sangat personal.
Kopi gayo misalnya, dibentuk dari berbagai varietas kopi, salah satunya biji kopi sigararutang. Masyarakat Aceh biasanya menikmati kopi dengan cara ditubruk. Namun, kopi dengan rasa asli manis, beraroma bunga, dan berbodi tebal itu, akan terasa gurih saat dinikmati dengan teknik saring bercampur susu.
Di Jawa dan Bali, umumnya rasa kopi lebih asam dan lembut. Aroma cokelat, terasa pekat pada biji kopi asal perkebunan di Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat, kopi lebih beraroma wangi bunga. Masyarakat Jawa terbiasa menikmati kopi dengan sistem tubruk (sebagian menambahkan gula aren sebagai pemanis).
Jadi, apa sebenarnya kopi nikmat itu? Apakah dinikmati dengan gula, tanpa gula, atau dicampur dengan bahan lain? Bagi kami, kopi nikmat adalah yang diteguk dengan bahagia. Sepahit apapun kopi, jika dicecap dengan bahagia, maka rasa pahitnya akan memendar menjadi rasa-rasa baru nan luar biasa.
Solidaritas
Dan hari ini, 189 negara dari berbagai benua berkumpul di Bali untuk bersama-sama mencapai bahagia, melalui bidang ekonomi. Mereka berkomunikasi, berdiplomasi, dan merumuskan kebijakan ekonomi. Mereka berkumpul dalam International Monetary Fund (IMF)-Wolrd Bank Group (WBG) Annual Meetings 2018.
Dalam forum itu, mereka berproses bersama, saling memberi dan menerima. Tidak menonjolkan status superkaya, supermaju, atau malah minder karena menjadi superlambat dalam ekonomi. Ibaratnya meracik kopi, pada forum itu, mereka meleburkan \'kelebihan\' dan ‘kekurangan’ masing-masing, menjadi formula menguntungkan semua orang.
Dan, di tengah forum penting itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk membuka komunikasi dengan 15.000 delegasi dengan membagi-bagi minuman kopi. Setiap hari selama acara, ada 1500 cup kopi dibagikan gratis oleh BRI kepada peserta. Bagi-bagi kopi dilakukan di tiga booth BRI (dua booth di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) serta sebuah booth di Bali International Convention Center (BICC) Hotel Westin).
Kegiatan bertajuk A Cup For Solidarity by Brikopi tersebut akan dibuka mulai Senin (8/10/2018) pukul 08.00 WITA-selesai acara (lebih kurang pukul 19.00 WIB). Hanya ada dua jenis kopi disuguhkan, yaitu kopi dengan susu (latte) dan kopi hitam.
“Tujuan bagi-bagi kopi adalah bahwa kami ingin turut mengenalkan kopi Indonesia kepada para delegasi. Di luar itu, kami juga membawa misi kemanusiaan. Setiap cangkir kopi yang dibagikan, BRI akan mendonasikan Rp 100.000 untuk korban gempa Lombok dan Palu. Jadi semakin banyak kopi diminum, maka semakin besar donasi untuk korban gempa,” kata Head of Corporate Communications PT BRI (Persero) Tbk Alia Karenina.
Alia berharap, event tersebut tidak sekedar mengenalkan kopi nusantara. Lebih dari itu, harapannya akan tercipta kerjasama, atau dampak positif lain setelah mencicipi kopi.
Kopi diracik oleh tangan-tangan barista kawakan. “Kami membawa kopi jack of all trades, yaitu 60 persen adalah kopi toraja dan 40 persen kopi mandailing. Kopi ini adalah campuran arabika barat dan timur Indonesia,” kata Evelyn Yamin, barista dari Common Grounds Coffee Roaster. Pada acara bagi-bagi kopi di Bali, Evelyn menjadi koordinator dari lima barista lainnya.
Kopi arabika toraja diambil dari perkebunan Rante Karua di Sulawesi Selatan, dengan ketinggian lahan 1500-1700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sedangkan kopi arabika Mandailing diambil dari perkebunan di Sidikalang Sumatera Utara (ketinggian 1200-1500 mdpl). Kopi Bali pun juga disediakan sebagai filter.
Adapun enam barista yang diajak menjadi duta kopi nusantara saat itu, adalah mereka yang sudah bersertifikat internasional. Mereka adalah Muhammad Aga (peringkat 1 Indonesia Barista Championship 2018), Rendy Mahesa (Western Champion Indonesia Brewer Championship 2017), Horison Candra (Indonesia Brewers Championship 2017), Evelyn Yamin (peringkat 2 Indonesia Latte Art Championship 2017), Mukhammad Fakhri (peringkat 3 Indonesia Brewer Cup Western Region), dan Michael Jasin (Australian Coffee in Good Spirits 2015). Mereka pun memiliki kemampuan berbeda, misalnya Evelyn cakap dalam latte sedangkan Fakhri piawai manual brewing (penyeduhan manual).
Namun, segala perbedaan tidak mengurung mereka dalam egoisme kebaristaan. Pada IMF Forum 2018, mereka bahu-membahu mengusung kopi nusantara menuju panggung dunia.
Indonesia sendiri adalah surga kopi dunia. Di negeri ini tumbuh subur tiga spesies kopi, arabika, canephora, dan Liberika. Dari tiga spesies itu puluhan varietas kopi menyebar. Indonesia pun menjadi pengekspor kopi terbesar keempat di dunia dengan volume 415.000 ton pada tahun 2016 (BPS, 2017).
Mulai hari ini, 8 Oktober-16 Oktober 2018, para ‘barista ekonomi dunia’ akan merancang strategi bersama-sama. Mereka berdiskusi dan berdiplomasi, dengan ditemani secangkir kopi. Harapannya, racikan formula kerjasama akan memperhitungkan nilai-nilai kemanusiaan dan kesejahteraan. (Cokorda Yudistira/ Siwi Yunita C /Dahlia Irawati)