TEMANGGUNG, KOMPAS — Petani di Jawa Tengah kurang berminat menanam kedelai. Kondisi ini memicu rendahnya produksi kedelai dan akhirnya menyebabkan Jawa Tengah masih bergantung pada pasokan kedelai impor.
Demikian dikatakan oleh Kepala Bidang Ketersediaan Pangan dan Kerawanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah Sadi saat ditemui dalam rapat koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (9/10/108).
Sadi mengatakan, kebanyakan petani enggan menanam kedelai karena perawatan tanaman ini terbilang rumit dan sering kali menemui banyak kendala karena kedelai rawan diserang berbagai hama dan penyakit. Hal ini makin diperburuk karena kedelai lokal di pasaran sering kali hanya laku terjual Rp 7.800 per kg-Rp 8.000 per kg, jauh di bawah harga kedelai yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan, Rp 8.500 per kg.
Dengan kondisi ini, menurut dia, banyak petani di sejumlah daerah akhirnya memilih menanam jenis komoditas lain, seperti kacang hijau. Selain metode perawatan yang lebih mudah, harga kacang hijau pun jauh lebih tinggi, mencapai Rp 14.000 per kg.
Dengan semua kendala dan masalah tersebut, banyak petani enggan menanam kedelai setiap tahun.
”Di banyak daerah, kedelai pun hanya menjadi tanaman pilihan ketiga saat kondisi cuaca dan tanah tidak cocok untuk ditanami padi ataupun jagung,” ujarnya.
Oleh karena itu, Sadi mengatakan, sama seperti daerah lain di Indonesia, Jawa Tengah tidak bisa mencukupi kebutuhan kedelai sendiri. Kebutuhan kedelai di Jawa Tengah mencapai 319.000 ton per tahun, sedangkan produksi kedelai pada 2017, misalnya, hanya mampu mencapai 99.000 ton. (EGI)