JAYAPURA, KOMPAS - Infrastruktur 400 lapangan terbang di Provinsi Papua tidak memadai untuk menjamin keselamatan penerbangan di Papua. Panjang landasan pacu umumnya kurang dari 1.000 meter dan tidak ada menara pengawas.
Hal ini disampaikan Staf Komite Nasional Keselamatan Transportasi Perwakilan Papua, Norbert Tunyanan, saat dihubungi dari Jayapura, Rabu (10/10/2018). Ia memaparkan, panjang landasan pacu 400 lapangan terbang (lapter) yang kebanyakan berada di daerah pedalaman Papua itu hanya 300 meter-500 meter.
Rata-rata lapter ini berada di pegunungan yang rawan cuaca buruk dan tiupan angin kencang. Karena tidak ada menara pengawas, pilot hanya mengandalkan pengamatan dari warga setempat yang bermukim di sekitar lapter. ”Biasanya, pilot mengontak warga menggunakan radio handy talky (HT) untuk mengetahui kondisi cuaca di sekitar lapter,” kata Norbert.
Ia menuturkan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah memberikan rekomendasi bagi pemda untuk menambah panjang landasan pacu. Tujuannya, mengurangi risiko kecelakaan pesawat saat lepas landas dan mendarat.
Berdasarkan data KNKT dan kepolisian, dalam kurun 2016 sampai Oktober 2018 setidaknya terjadi 12 kecelakaan saat pesawat mendarat di sejumlah kabupaten di Pegunungan Tengah Papua, seperti Puncak dan Nduga. Terbaru, pesawat dengan nomor penerbangan PK-JBC dari maskapai Jhonlin Air yang mengangkut sembako tergelincir saat mendarat di Lapter Beoga, Kabupaten Puncak, Rabu kemarin. Pilot dan seorang penumpang selamat dalam insiden ini.
”Kami mengimbau pilot yang bertugas di wilayah pedalaman Papua agar terus berlatih dan mengenal rute serta kondisi lapter. Hal ini untuk mencegah kasus kecelakaan pesawat yang rawan terjadi di Papua,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal di Jayapura mengatakan, pesawat Jhonlin Air PK-JBC tergelincir ketika mendarat pada pukul 06.22 WIT. Pesawat itu dipiloti Kapten Kris Henus dan seorang penumpang yang merupakan warga setempat.
Pesawat bertolak dari Bandara Mozes Kilangin di Mimika pukul 05.41 WIT. Saat mendarat, pesawat itu tergelincir sehingga menabrak bukit di ujung landasan pacu.
”Pesawat mengangkut barang kebutuhan pokok seberat 1.218 kilogram. Diduga, faktor cuaca dan kurangnya panjang landasan pacu yang menyebabkan insiden itu,” katanya.
Anggota DPRD Papua, Thomas Sondegau, berpendapat, seharusnya pemerintah pusat bersinergi dengan Dinas Perhubungan Provinsi Papua untuk menyiapkan fasilitas lapter yang memadai.
”Tol udara adalah program Nawacita dari Presiden Joko Widodo yang paling efektif untuk mengatasi disparitas harga di daerah terisolasi di Papua. Program hanya dapat berjalan jika ditunjang dengan sarana dan prasarana yang baik,” ujarnya.
Kepala Bidang Perhubungan Udara Dinas Perhubungan Provinsi Papua Patrik Numberi saat dikonfirmasi via telepon seluler belum bersedia memberikan keterangan terkait dengan kondisi 400 lapter tersebut. (FLO)