BALIKPAPAN, KOMPAS - Kepedulian berbagai kalangan meringankan beban korban bencana gempa bumi-tsunami Sulawesi Tengah masih tinggi. Hingga Rabu (10/10/2018), bantuan masih terus mengalir ke Posko Pangkalan TNI Angkatan Udara Dhomber, Balikpapan, Kalimantan Timur, dan beragam instansi di Sulawesi Utara.
Komandan Pangkalan TNI Angkatan Udara Dhomber Kolonel Muhammad Mujib mengatakan, bantuan berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Bantuan itu diprioritaskan bagi pengungsi di Balikpapan atau langsung dikirim ke Sulteng. Total bantuan yang masuk ke Lanud Dhomber mencapai 646 ton. Sebanyak 560 ton di antaranya sudah didistribusikan.
”Semua bantuan dipastikan terdistribusi dengan baik. Selain itu, kami juga melayani semua keperluan pengungsi yang tiba di sini,” kata Mujib di Balikpapan, Rabu.
Hasim (52), pengungsi dari Palu, menuturkan, bersama istri dan keponakannya dilayani dengan baik di Balikpapan, Selasa sore. Pada Rabu siang, mereka langsung bisa terbang ke Surabaya setelah mendapat tiket pesawat dari donatur.
”Ada orang baik yang membelikan tiket pesawat untuk kami berlima. Kami pulang untuk menenangkan diri,” kata Hasim, yang tinggal di Palu sejak 2004.
Komandan Kelompok III Posko Penerimaan Bantuan Korban Musibah Sulteng di Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, Balikpapan Ajun Komisaris Etty Sulisstyowati juga mengatakan, bantuan untuk korban bencana Sulteng berdatangan dari mana-mana.
”Bantuan masih terus mengalir dari sejumlah lembaga dan kalangan masyarakat. Kalau ada kekurangan, tinggal beri tahu saja di grup WhatsApp, pasti langsung ada yang mengirim. Solidaritas warga Balikpapan sangat tinggi,” kata Etty.
Menumpuk
Bantuan bagi korban bencana Sulteng menumpuk di Manado, Sulut. Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw mengatakan, keterbatasan sarana transportasi membuat sekitar 200 ton bantuan belum bisa dikirimkan sepenuhnya. Padahal, sejumlah bantuan dari masyarakat terus mengalir.
”Kami baru dapat mengirim bantuan melalui laut. Sementara lewat darat dilakukan sejumlah organisasi masyarakat,” katanya. Bantuan melalui laut disalurkan kapal Pelni KM Lalobar dan kapal ASDP KM Rajab Paciran dari Pelabuhan Bitung menuju Pelabuhan Pontoloan, Palu.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulut Joi Oroh mengatakan, meski terkendala transportasi, solidaritas warga tidak surut. Bahkan, pengiriman bantuan melalui darat itu terus berjalan walau terkendala longsor di jalur trans-Sulawesi.
”Banyak warga melalui organisasi gereja dan sosial mengirim bantuan menggunakan truk meski menempuh perjalanan sekitar 1.000 kilometer dari Manado,” kata Joi.
Joi mengatakan, bantuan melalui jalan darat juga dilakukan 15 pemerintah kabupaten dan kota di Sulut. Terakhir, pengiriman bantuan 50 ton dari Pemerintah Kota Manado menggunakan 10 buah truk yang menempuh perjalanan darat selama tiga hari.
”Meski angkutan terbatas, kami tidak bisa menolak ketika warga membawa bantuan bencana ke kantor,” katanya.
Joi Oroh mengatakan, hingga saat ini, sekitar 100 ton lebih bantuan masih menumpuk di kantornya menunggu proses pengangkutan. Bantuan itu berupa beragam makanan, tenda, selimut hingga pakaian.
”Kapal laut dan pesawat terbatas, kami harus menunggu jadwal kapal Pelni ataupun kapal lainnya ke Palu,” katanya.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Manado Xaverius Runtuwene mengatakan, pihaknya harus berjibaku mengantar bantuan dari Manado ke Palu menggunakan jalan darat.
Menurut dia, Jalan Trans-Sulawesi menghubungkan Manado-Palu banyak berlubang, melintasi lereng bukit, hingga mewaspadai longsor sehingga mobil berjalan pelan.
”Hingga kini, kawasan Kebun Kopi, salah satu jalan masuk utama menuju Palu masih rawan longsor,” ujar Xaverius Runtuwene. (ZAL/JUM)