SEKAYU, KOMPAS - Penggunaan aspal berbahan komoditas karet untuk pembuatan jalan mulai diterapkan Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Selain memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan aspal konvensional, aspal karet diharapkan mampu meningkatkan penyerapan karet alam.
”Langkah ini menjadi salah satu alternatif penyerapan karet rakyat saat harganya tidak ideal,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori, Jumat (12/10/2018).
Herman mengatakan, pengaplikasian perdananya dilakukan di jalan kabupaten Desa Mulyo Rejo, Kecamatan Sungai Lilin, sepanjang 465 meter, Kamis (11/10). Dalam waktu tiga hari ke depan, pembangunan jalan itu ditargetkan selesai dan diharapkan bisa segera digunakan.
Herman menjelaskan, untuk tahap pertama ini digunakan sekitar 600 ton campuran aspal karet. Sebanyak 8,49 ton di antaranya adalah karet alam berteknologi campuran serbuk karet alam teraktivasi (SKAT). Total anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 1,8 miliar.
Herman menerangkan, ada tiga metode campuran aspal karet, menggunakan lateks, masterbatach atau kompon padat, dan SKAT. Namun, untuk uji coba pertama, aspal dicampur dengan SKAT.
”Karena anggaran APBD kabupaten terbatas, tentu semua uji coba harus dilakukan secara bertahap,” katanya.
Unggul
Berdasarkan pengujian di Karawang dan Lido, aspal karet terbukti unggul dibandingkan dengan aspal biasa meski biaya lebih mahal. Namun, aspal karet 1,5-2 kali lebih tahan lama daripada aspal konvensional. Walau demikian, ketahanan aspal tergantung juga dari beban di jalan.
”Kapasitas jalan kabupaten hanya 8-10 ton. Dengan penggunaan aspal karet ini diharapkan lalu lalang kendaraan bertonase berat dapat dibatasi,” katanya.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil, Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Rudi Arpian menerangkan, penggunaan aspal karet di Musi Banyuasin diharapkan bisa menjadi tonggak pengolahan komoditas karet untuk kebutuhan dalam negeri.
”Di Sumsel, dari sekitar 1 juta ton karet yang dihasilkan, hanya 2 persen yang digunakan untuk kebutuhan lokal, sisanya diekspor ke luar negeri,” katanya.
Rudi menuturkan, dengan penggunaan aspal karet ini, lanjut Rudi, ketergantungan Indonesia terhadap pasar dunia tidak lagi tinggi.
Apalagi saat ini Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mencanangkan perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan menjadi prioritas. ”Tentu dalam hal ini penggunaan aspal karet bisa menjadi pilihan,” katanya.
Saat ini, lanjut Rudi, Indonesia dihadapkan berbagai kendala pengembangan karet, seperti semakin banyaknya negara produsen karet, seperti Kamboja, Vietnam, dan Laos; kondisi ekonomi global yang tidak stabil; dan perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Hal itu membuat harga karet di atas kapal tak jauh dari 1,3 dollar AS per kilogram dalam beberapa bulan terakhir.
”Pasar tentu membutuhkan bahan baku. Apabila banyak karet yang digunakan untuk kebutuhan domestik, pasar dunia harus menawar lebih tinggi untuk mendapatkan karet dari Indonesia,” kata Rudi. (RAM)