NAMLEA, KOMPAS - Lokasi tambang emas liar Gunung Botak di Pulau Buru, Maluku, yang beroperasi sejak Oktober 2011, Rabu (17/10/2018), telah bebas dari petambang. Selanjutnya, kawasan seluas lebih kurang 250 hektar itu akan dijaga oleh personel Polri, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja setempat.
Tenda tempat tinggal petambang (berdasarkan data pekan lalu tercatat 8.000 orang) serta tempat pengolahan emas dibongkar dan sebagian lainnya dibakar. Pintu utama masuk Gunung Botak pun dipasangi garis polisi.
Penyisiran terakhir pada Rabu itu dipimpin langsung Kapolda Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa. Royke didampingi sejumlah pejabat, termasuk Bupati Buru Ramly I Umasugi.
Penutupan ini merupakan yang kesekian kalinya sejak tambang beroperasi tujuh tahun silam. Setelah ditutup lebih dari 20 kali, petambang itu selalu kembali. ”Kami pertaruhkan segalanya. Jangan ada pengkhianat. Jangan ada musuh dalam selimut,” kata Royke saat berada di puncak Gunung Botak yang sudah berbentuk cekungan itu.
Royke menyadari, penutupan dilakukan di tengah pesimisme dan ketidakpercayaan publik. Munculnya sikap publik itu lantaran menganggap penyelesaian masalah Gunung Botak dianggap sulit. Banyak kepentingan yang diduga bermain di sana, dari daerah hingga Jakarta. Juga banyak oknum aparat yang diduga ikut mengambil untung dari langgengnya tambang liar tersebut.
Royke memerintahkan pengamanan di sejumlah pintu masuk menuju Gunung Botak diperketat. Aliran air yang digunakan petambang untuk mengikis tanah dan merendam material juga akan diputus. Termasuk mencegah masuknya merkuri dan sianida yang selama ini dipakai untuk mengolah emas.
Royke juga mendatangi sejumlah perusahaan yang diberi izin oleh pemerintah daerah untuk mengolah emas. Itu memastikan bahwa tidak ada lagi kegiatan pengolahan emas.
Bupati Buru menyampaikan terima kasih atas penutupan itu. Aktivitas di Gunung Botak dinilai lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaat. ”Para petambang kebanyakan bukan orang Buru. Mereka ambil manfaat dan meninggalkan masalah di sini,” ujarnya. Dia berjanji, dalam waktu dekat mendatangkan alat berat untuk menggusur lokasi tersebut. Semua tenda akan diratakan.
Adapun para petambang yang masih berkeliaran di Buru juga akan diminta meninggalkan daerah itu dan tidak kembali lagi. ”Kuncinya adalah ketegasan aparat. Dan, ketegasan itu sudah dibuktikan,” ucap Ramly.
Sementara itu, Ajun Komisaris Besar Aditya Budi Satrio dicopot dari jabatan Kapolres Pulau Buru. Pencopotan dilakukan saat Badan Reserse Kriminal Polri memulai penyelidikan kasus maraknya tambang liar itu. ”Beliau dimutasi. Posisi terbarunya adalah Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Maluku,” ujar Kabid Humas Polda Maluku Komisaris Besar Mohammad Rum Ohoirat. Pekan lalu, Royke ke Gunung Botak didampingi Aditya. Saat itu, didapati masih ada penambangan. (FRN)