Pembangunan Huntara Terhambat Data
Pembangunan hunian sementara atau huntara mulai dilakukan. Ini agar kehidupan warga bisa mulai lebih baik dan sehat. Akan tetapi, ini butuh verifikasi data korban yang akurat agar penerima benar-benar pihak yang tepat.
PALU, KOMPAS Pembangunan hunian sementara bagi penyintas gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah masih terkendala pemuktahiran data rumah rusak. Dari kebutuhan 4.000 unit, baru 1.700 unit huntara yang dibangun.
”Hunian sementara yang sedang dibangun diprioritaskan bagi warga yang rumahnya rusak berat atau tak bisa ditinggali lagi. Pembangunannya ditargetkan rampung dua bulan ke depan,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sulawesi Tengah Bartholomeus Tandigala di Palu, Rabu (17/10/2018).
Meski masih tahap tanggap darurat, pembangunan hunian sementara menjadi salah satu fokus utama. Banyak pihak yang terlibat di tahap pertama ini, baik pemerintah pusat, daerah, maupun swasta. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun 1.200 unit, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (100 unit), Bank Mandiri (100 unit), dan Bank BNI (300 unit).
”Untuk sekitar 3.200 huntara lainnya, kami masih menunggu proses pendataan rumah rusak berat selesai. Harapannya, pendataan itu bisa selesai dua bulan lagi. Jadi, saat huntara tahap pertama selesai, pembangunan tahap selanjutnya bisa segera dilakukan,” tuturnya.
Sejak minggu lalu, pendataan dilakukan mulai dari RT/RW hingga pemerintah kota dan kabupaten. Minggu ini dimulai verifikasi ke lapangan. ”Harapannya, saat verifikasi lapangan, rumah rusak berat yang tak terdata ditemukan,” katanya.
Kepala Satgas Kementerian PUPR untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulteng Arie Setiadi Murwanto mengatakan, huntara akan dibangun di tujuh kecamatan di Kota Palu, dua kecamatan di Kabupaten Sigi, dan satu kecamatan di Donggala. Huntara dibuat berbentuk rumah panggung berdinding kayu. Tujuannya, meminimalkan terpaan hawa panas di Sulteng.
Berukuran 12 meter x 26,4 meter per unit, Arie juga mengatakan, setiap huntara bisa diisi 12 rumah tangga. Satu unit disediakan empat kamar mandi dan empat toilet. ”Di tiap lokasi pembuatan huntara juga akan dibangun SD dan PAUD, puskesmas pembantu, dan tenda khusus pemulihan trauma,” kata Arie.
Tenda sekolah tiba
Rabu (17/10), 100 tenda sekolah darurat tiba di Kota Palu. Sebanyak 90 tenda bantuan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak (Unicef). Adapun 10 tenda lainnya dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC). Khusus bantuan YSTC, tenda-tenda itu langsung dipasang pada Rabu siang.
”Tenda darurat dibangun di enam sekolah di Palu dan empat sekolah di Sigi. Semuanya adalah sekolah yang rusak akibat gempa. Selain tenda, kami berencana membangun ruang kelas sementara berbahan kayu sebanyak 40 ruangan beserta perlengkapan penunjang sekolah lainnya. Lokasinya masih dicari,” tutur Manager Program Pendidikan dan Perlindungan YSTC Wiwied Trisnadi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulteng Irwan Lahace mengatakan, tenda bantuan Unicef akan dibangun secepatnya di beberapa sekolah yang rusak parah di Palu, Donggala, dan Sigi hari ini. ”Kami juga masih menunggu sekitar 360 tenda sekolah darurat Unicef lainnya. Tenda-tenda itu menurut rencana dikirimkan bertahap dari Jakarta dan Balikpapan menuju Palu menggunakan pesawat Hercules TNI Angkatan Udara,” kata Irwan.
Di Bandung, Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan, penyaluran bantuan langsung berupa pembiayaan jaminan hidup kepada korban gempa dan tsunami di Sulteng masih menunggu rekomendasi dan verifikasi dari pemda. ”Jaminan hidup diberikan kepada korban bencana yang sudah menempati hunian sementara atau tetap. Saat ini belum ada korban yang menempati hunian tersebut karena baru mulai dibangun. Data penerimanya terlebih dahulu diverifikasi oleh pemerintah daerah,” ujar Agus. Sesuai ketentuan, bantuan itu sebesar Rp 10.000 per jiwa dalam sehari dan diberikan selama 30 hari dan dapat diperpanjang sampai 90 hari.
Di Jakarta, Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Hendri DS Budiono menyatakan, akademisi dan alumni UI, khususnya arsitektur dan teknik, terpanggil mencari solusi pemulihan masyarakat terdampak bencana yang dapat diterapkan langsung dengan cepat.
”Kami sudah berhasil membangun sekolah Indonesia tanggap bencana yang bisa dibangun sekitar satu bulan dan hunian sementara yang dibangun sekitar 4 jam pascagempa Lombok. Ini bukan sekolah sementara, tetapi sekolah permanen yang justru dibuat lebih baik dari yang lama,” papar Hendri.
(IDO/AIN/TAM/ELN)