Nelayan Lamongan Keberatan Syarat Pengukuran Kapal
Oleh
Andy Riza Hidayat
·2 menit baca
LAMONGAN, KOMPAS — Sebagian nelayan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, keberatan dengan syarat pengukuran kapal untuk keperluan sertifikasi kapal dari Kementerian Perhubungan. Sertifikasi ini menyulitkan nelayan karena banyak hal yang harus dipenuhi.
Sukri (55) dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lamongan mengatakan kesulitan mengurus sertifikasi kapal karena pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan menerbitkan dokumen itu. Dari 13.000 anggota HNSI Lamongan, baru 500 kapal yang memiliki surat sertifikasi. ”Saya yakin persoalan ini juga terjadi dengan nelayan se-Indonesia,” kata Sukri, nelayan Banjarwati, Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (20/10/2018)
Sukri meminta agar kewenangan sertifikasi kapal nelayan kembali dipegang pemerintah daerah. Sebab, nelayan di semua daerah di Indonesia lebih dekat berhubungan dengan pemerintah daerah.
Keluhan serupa disampaikan sejumlah nelayan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat menemui mereka di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran. Kepada Wakil Bupati yang berada di dekatnya, Budi meminta Pemkab Lamongan membantu pengurusan sertifikat kapal.
Sertifikat kapal, kata Budi, dibutuhkan untuk pendataan aset nelayan. Sertifikat ini juga menyangkut kelaikan kapal yang dipakai nelayan. Karena itu, penting bagi nelayan memiliki sertifikat nelayan.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, persoalan ini menjadi kewenangan pusat. Mengacu pada ketentuan itu, kapal berukuran 7 gros ton (GT) ke bawah mesti mendapat sertifikasi kelaikan kapal dari Kementerian Perhubungan.
Landasan hukum ini memicu persoalan sulitnya layanan yang diberikan pusat ke bawah, sementara nelayan kesulitan meluangkan waktu dan energi mengurus sertifikasi kapal.
Kepala Biro Perencanaan Kementerian Perhubungan I Gede Pasek Suardika mengatakan, ada celah hukum pada persoalan ini. Menurut Gede Pasek, persoalan sertifikasi kapal nelayan ini harus segera ada penyelesaiannya. Salah satu caranya adalah dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.