Belum selesai ditimpa gempa dan tsunami, warga di Sulawesi Tengah mulai menghadapi lagi banjir dan longsor. Itu sebabnya warga diminta selalu siaga terhadap bencana tersebut.
PALU, KOMPAS Longsor dan banjir bandang kini mengancam penyintas gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah. Ini dipicu rekahan tanah setelah bencana dan hujan lebat. Warga di Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Kota Palu diminta waspada.
Meski tidak memakan korban jiwa, banjir bandang sudah memaksa sekitar 300 warga Desa Salua, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, mengungsi, Minggu (21/10/2018) sekitar pukul 16.00. Semuanya adalah warga terdampak gempa bumi bermagnitudo 7,4 yang baru pulang ke rumahnya masing-masing.
”Mereka yang kembali mengungsi adalah warga yang tinggal dekat Sungai Salua,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sigi Asrul Repadjori.
Berjarak sekitar 80 kilometer dari titik gempa, Salua terdampak getaran gempa bumi besar 28 September lalu. Sebanyak 7 orang tewas tertimpa rumah dan bangunan yang ambruk. Selain itu, banyak rekahan tanah juga muncul di beberapa titik.
Saat hujan deras turun dalam beberapa hari terakhir, rekahan itu mulai longsor dan sebagian masuk ke badan Sungai Salua. Puncaknya pada Minggu sore, luapan air sungai bercampur lumpur merendam Desa Salua setinggi 30 sentimeter dan surut sejam kemudian.
Luapan air sungai juga menghantam Jembatan Salua. Banyak material kayu tersangkut. Akibatnya, akses jalan desa kembali lumpuh. Sebelumnya, jalan yang menghubungkan tiga kecamatan, yakni Kulawi, Kulawi Selatan, dan Kecamatan Lindu, itu putus setelah gempa dan baru dibuka tiga hari yang lalu.
”Pemicu lainnya perambahan hutan di perbukitan sekitar desa untuk dijadikan lahan kopi dan cokelat. Hampir setiap musim hujan, daerah itu terdampak banjir dan longsor,” kata Asrul.
Siapkan alat berat
Saat ini, menurut Asrul, sudah disiapkan tiga alat berat untuk membersihkan sisa longsor dan material kayu yang hanyut di badan sungai. Alat berat itu bekerja sebelum dihentikan karena hujan datang lagi.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sigi Muhammad Basir Lainga mengatakan, selain di Kulawi, sekitar 1.000 warga Desa Poi dan Pulu di Kecamatan Dolo Selatan juga terancam tanah longsor setelah gempa. Mereka diminta mengungsi sejak Sabtu (20/10).
Namun, imbauan untuk tetap tinggal di pengungsian belum ditaati sepenuhnya. Brigadir Satu Sapil, bintara pembinaan dan keamanan ketertiban masyarakat Desa Poi, mengatakan, meski sudah diminta tinggal di pengungsian, masih ada warga yang kembali ke rumah, terutama pada siang hari. Warga beralasan hendak memberi makan dan menjaga ternak dari pencurian.
Kejadian ini juga membuat 14 sukarelawan asal Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulteng, yang hendak mengantarkan logistik terjebak di jalan Desa Kulawi-Bolapapu. Sukarelawan asal Luwuk, Idhin Massa, mengatakan, ada 12 titik longsor di sepanjang jalan kedua desa itu.
”Kami ke Kulawi hendak membagikan logistik bagi korban gempa. Sebelumnya untuk logistik warga Salua selalu dibawa helikopter,” katanya.
Idhin mengatakan, hujan deras terjadi sejak Sabtu malam hingga Minggu dini hari. Setelah itu, hujan deras beserta angin kembali melanda pada Minggu sore dan memicu banjir.
”Material longsor menghantam jalan desa dan jembatan. Akibatnya, kami tidak bisa lewat lagi. Malam ini terpaksa bermalam di Bolapapu,” katanya.
Kepala Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara SIS Al-Jufri Kota Palu Nur Alim mengatakan, longsor dan banjir bandang juga berpotensi di daerah terdampak gempa lainnya. Alasannya, hujan dengan intensitas tinggi bakal turun merata di Sulteng dalam seminggu ke depan.
Warga yang daerahnya terkena gempa bumi harus lebih waspada karena banyak muncul rekahan tanah.
”Hujan lebat juga akan turun di Palu, Sigi, dan Donggala. Kami sudah menyampaikan informasi ini kepada pemda setempat,” kata Nur Alim. (IDO/JOG/CHE)