SURABAYA, KOMPAS – Gubernur Jawa Timur Soekarwo meluncurkan buku ke-7 berjudul “Berkaca dari Kegagalan Liberalisasi Ekonomi”, Minggu (21/10/2018) di Surabaya, Jawa Timur. Dalam bukunya, Soekarwo menilai bahwa negara perlu hadir sebagai “wasit” untuk membuat regulasi yang berkeadilan bagi perusahaan besar maupun pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Adapun enam buku yang sebelumnya pernah ditulis Soekarwo berbicara soal keuangan daerah, pelayanan publik, dan perdagangan bebas. Buku ketujuh yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo, Penerbit Buku dan Multimedia Grup Kompas-Gramedia, ini lahir dari pemikiran Soekarwo tentang pengaruh globalisasi atau pasar bebas yang memunculkan liberalisasi ekonomi.
Liberalisasi tersebut, menurut Soekarwo, membawa dampak negatif karena mengutamakan efisiensi untuk memenangkan dan memperluas pasar. Namun, konsep tersebut akhirnya gagal membawa kesejahteraan karena disparitas menguat, kelompok ekonomi yang besar makin kuat, sedankan kelompok kecil semakin lemah.
“Belajar dari itu, maka negara harus hadir untuk membuat regulasi yang mengatur dan memfasilitasi kelompok yang lemah seperti UMKM maupun perusahaan besar agar ada keseimbangan dan keadilan bagi seluruh masyarakat,” katanya.
Menurut dia, kelompok yang lemah harus mendapat fasilitas yang lebih dibandingkan perusahaan besar. Dalam hal ini, UMKM perlu mendapatkan kebijakan afirmasi agar bisa memberikan pemerataan kesejahteraan yang berkeadilan.
Hal itu bisa dilakukan, di antaranya melalui pemberian pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah dibandingkan perusahaan besar. UMKM tersebut juga difasilitasi masuk ke e-dagang agar bisa memasarkan produknya lebih luas.
“Sektor UMKM kian tumbuh subur dari tahun ke tahun, dan mampu menjadi motor penggerak perekonomian yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. UMKM mampu menyerap tenaga kerja hingga 94,7 persen,” ujar Soekarwo.
Pada 2012, UMKM di Jatim jumlahnya mencapai 6,8 juta dan melonjak menjadi 12,1 juta pada 2016. Sumbangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 57,52 persen atau sebanyak Rp 1,1 triliun dari Rp 2 triliun PDRB Jatim.
Di sisi lain, negera juga harus adil kepada perusahaan besar. Hal itu bisa dilakukan melalui pemberian jaminan pemerintah dalam urusan perizinan, percepatan pengadaan lahan, jaminan ketersediaan listrik, serta iklim perburuhan yang demokratis.
“Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur menjadi inklusif. Perekonomian tumbuh dengan disertai penurunan tingkat kemiskinan dan disparitas,” kata Soekarwo.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menilai, negara harus hadir untuk menjamin kompetisi yang berkeadilan antara kelompok besar dan kelompok kecil. Kebijakan yang dilakukan Soekarwo kepada pelaku UMKM merupakan bentuk dari upaya mendorong ekonomi arus bawah.
Senada dengan Wimboh, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional Arif Budimanta menilai, negara perlu hadir untuk memberikan kebijakan ekonomi yang berkedalian agar kelompok yang lemah tidak semakin terlemahkan. “Perlindungan juga perlu diberikan kepada kelompok konsumen yang lemah,” ucapnya.