SLEMAN, KOMPAS — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta masih memerlukan waktu untuk menerapkan upah minimum sektoral. Pengkajian mengenai sektor unggulan harus dilakukan terlebih dahulu. Hal ini tak bisa diputuskan secara cepat mengingat penetapan upah minimum provinsi bakal dilakukan 1 November 2018, sedangkan upah minimum kabupaten/kota itu 21 November 2018.
”Ada proses yang harus dilalui. Semua harus sesuai dengan peraturan yang ada,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Andung Prihadi Santoso, di Sleman, DIY, Senin (22/10/2018).
Penentuan upah minimum sektoral itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam aturan itu disebutkan, upah minimum sektoral harus ditentukan berdasarkan pengkajian mengenai sektor-sektor unggulan di suatu daerah.
Andung mengungkapkan, Pemerintah DIY telah melakukan kajian tentang sektor-sektor unggulannya. Namun, hasil yang didapatkan masih terlalu umum. Ia menginginkan setiap kabupaten dan kota yang ada di DIY melakukan pengkajian tentang sektor unggulannya secara lebih mendalam agar penentuan sektor unggulan benar-benar tepat.
”Hasil yang ada di pihak provinsi belum rinci. Harus ada kajian lebih mendalam terkait penentuan ini. Kami mengimbau kabupaten dan kota untuk segera melakukan kajian tentang sektor unggulannya,” kata Andung.
Ia menambahkan, setelah itu, harus ada kesepakatan juga dengan asosiasi pengusaha dari sektor unggulan tersebut sebelum upah minimum sektoral ditentukan. Ia memperkirakan, upah minimum sektoral itu baru bisa diterapkan pada 2020.
”Sekarang waktunya sudah terlalu mepet. Tetapi, prinsipnya, jika semua tahapan sudah dilalui, pasti akan ditetapkan (upah minimum sektoral),” lanjut Andung.
Sementara itu, Kirnadi, Sekretaris Jendral Asosiasi Buruh Yogyakarta, meyakini, pemberlakuan upah minimum sektoral akan membantu peningkatan upah bagi buruh di Yogyakarta.
”Ini menjadi salah satu cara untuk meningkatkan upah buruh. Sebab, ada sektor-sektor unggulan yang bisa ditentukan upah minimum sektoralnya di DIY, seperti pariwisata, misalnya,” kata Kirnadi.
Kirnadi mengungkapkan, hal ini menjadi penting karena DIY masih menjadi daerah dengan upah minimum provinsi terendah se-Indonesia. Tahun 2018, DIY menetapkan upah minimum provinsi sebesar Rp 1.454.154.
Pada 2019, upah minimum provinsi akan ditingkatkan sebesar 8,03 persen sesuai dengan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan. Kenaikan upah dihitung dari laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut simulasi, upah minimum Provinsi DIY bakal naik menjadi Rp 1.570.922.
”Itu masih terlalu rendah karena biaya kebutuhan hidup layak (KHL) itu sudah cukup tinggi,” ujar Kirnadi.
Pada 2018, menurut survei KHL yang dilakukan Asosiasi Buruh Yogyakarta dan Front Pemuda Perjuangan Indonesia, angka KHL untuk Kota Yogyakarta adalah Rp 2,9 juta, Sleman Rp 2,8 juta, Bantul Rp 2,7 juta, Kulon Progo Rp 2,5 juta, dan Gunung Kidul Rp 2,4 juta.