Gugatan ke PTUN Jakarta Tak Diterima, Walhi Ajukan Banding
Oleh
Jumarto Yulianus
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Selasa (23/10/2018), menyatakan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang tidak menerima gugatan mereka terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Mantimin Coal Mining. Gugatan terkait pemberian izin pertambangan batu bara di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan.
Setelah bersidang lebih dari delapan bulan, Senin (22/10/2018), majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan perkara Nomor 47/G/LH/2018/PTUN-JKT yang diajukan oleh Walhi tidak diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).
Majelis hakim yang terdiri dari Ketua Sutiyono dan hakim anggota Joko Setiono dan Nasrifal menyatakan PTUN Jakarta tidak berwenang memeriksa dan memutuskan perkara gugatan yang diajukan Walhi. Sebab, kontrak karya terkait dengan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan PT Mantimin Coal Mining (PT MCM) berada dalam ranah hukum perdata.
”Atas putusan majelis hakim tersebut, kami akan melakukan banding. Upaya banding ditempuh untuk membuktikan bahwa penilaian PTUN Jakarta terkait dengan kewenangannya tersebut adalah keliru,” kata Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Walhi Khalisah Khalid melalui pernyataan tertulis kepada Kompas di Banjarmasin, Selasa (23/10/2018).
Walhi mengajukan gugatan terhadap Menteri ESDM dan PT MCM atas terbitnya Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Mantimin Coal Mining menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi di Kabupaten Balangan, Tabalong, dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Khalisah mengatakan, perizinan yang dikeluarkan pemerintah semestinya menjadi kewenangan PTUN untuk mengadili, memeriksa, dan memutuskan.
”Kami juga menyesalkan dasar pertimbangan majelis hakim yang meletakkan entitas negara setara dengan entitas korporasi. Majelis hakim mengulangi kekeliruan seperti pada perkara Walhi menggugat Menteri ESDM dan PT Citra Palu Mineral,” tuturnya.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono, putusan itu mencederai masyarakat Kalsel yang mayoritas menolak izin tambang batu bara, dan sekaligus mencederai upaya penegakan hukum lingkungan di Indonesia. ”Kami sangat menyesalkan putusan majelis hakim PTUN Jakarta, terlebih setelah melalui proses persidangan lebih dari 8 bulan,” ucapnya.
Ketua Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (GEMBUK) Rumli menyatakan sangat kecewa dengan putusan itu. ”Kami akan tetap berjuang untuk penyelamatan Meratus sesuai dengan semboyan rakyat Kalimantan Selatan, Waja Sampai Kaputing, tetap bersemangat dan kuat bagaikan baja dari awal sampai akhir,” katanya.
Mengabaikan
Menurut Kisworo, majelis hakim PTUN Jakarta mengabaikan fakta persidangan yang telah disampaikan oleh penggugat di PTUN maupun pada waktu pemeriksaan setempat di Desa Nateh, Kecamatan Batang Alai Timur, Hulu Sungai Tengah.
Selama sidang setempat, penggugat dan masyarakat bisa memperlihatkan kondisi lingkungan dan masyarakat yang hidup di daerah yang akan terkena dampak pertambangan. Masyarakat bisa hidup sejahtera tanpa ada pertambangan dan alam terjaga dengan baik.
Wilayah yang dibebani izin pertambangan juga bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Alai. Di DAS tersebut sedang dibangun Daerah Irigasi Batang Alai, yang merupakan salah satu proyek nasional ketahanan pangan. Desa Nateh juga sudah mendapatkan Surat Keputusan Hutan Desa dari Presiden Joko Widodo.
”Izin yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM bertentangan dengan semangat Presiden untuk mengakui dan melindungi pengelolaan hutan oleh masyarakat. Hulu Sungai Tengah juga merupakan benteng terakhir atau rimba terakhir Kalimantan Selatan yang harus diselamatkan dari ancaman daya rusak industri tambang batu bara,” kata Kisworo.
Keputusan PTUN Jakarta, menurut Khalisah, memperlihatkan bahwa pengadilan umum gagal melihat perkara kejahatan lingkungan sebagai kejahatan luar biasa. Karena itu, Walhi mendorong pembentukan pengadilan lingkungan hidup, yang diharapkan mampu menyelesaikan perkara lingkungan hidup secara berkeadilan.