Madura Lokasi Festival Keraton dan Masyarakat Adat Se-ASEAN
Oleh
DODY WISNU PRIBADI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Jika tidak ada aral melintang, 58 keraton dan 180 pemangku adat se-ASEAN, termasuk kemungkinan hadir raja atau ratu kerajaan dari luar negeri, bakal merayakan Festival Keraton dan Masyarakat Adat se-ASEAN yang ke-5.
Acara yang berlangsung pada 27-31 Oktober 2018 di Sumenep, Madura, itu juga dijadwalkan dihadiri Presiden Joko Widodo. Acara berskala nasional dan internasional ini diharapkan bisa menimbulkan lompatan pemasaran pariwisata Madura dan juga menimbulkan dampak budaya.
Pengajar sosiologi pada Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Iskandar, yang dihubungi Selasa (23/10/2018), mengatakan, penyelenggaraan Festival Keraton dan Masyarakat Adat ASEAN yang ke-5 (FKMAA) di Sumenep merupakan kesempatan penting untuk memacu ekonomi Sumenep.
Kehadiran para raja dan ratu dalam jumlah besar, termasuk kabarnya juga akan ada beberapa raja dan ratu dari Eropa, ini akan membawa rombongan tamu dan memberikan perkenalan terhadap pusat-pusat daya tarik kebudayaan. Mereka sekaligus bisa mengunjungi tempat wisata di Sumenep seperti Pulau Giliyang.
Pulau Giliyang dikenal memiliki kadar oksigen udara terbaik kedua di dunia, selain pantai yang bersih. Pulau lain seperti Gililabak, Giligenting, Sepanjang, dan Sapeken juga menyajikan kecantikan atmosfer tropis. Selain itu, di wilayah Kabupaten Sumenep ada destinasi wisata Pantai Lombang, Pantai Ambuten, Bukit Tinggi Daramista, dan Bukit Kapur Kombang yang juga menarik dikunjungi.
Iskandar menambahkan, fenomena ”globalisasi nilai-nilai adat” dinilai akan ikut melatari pelaksanaan festival. Nilai-nilai yang semula hanya akan dipahami oleh konstituen kecil penganutnya, misalnya adat Madura yang hanya dipahami warga Madura saja, akan menjadi dikenal secara global. Dan, lanjutnya, kemudian akan menarik masyarakat adat di tempat lain, lalu muncul kemungkinan ada komunikasi dan perubahan sosial di antara interaksi itu.
Bupati Sumenep Busyro Karim menyatakan dukungannya pada FKMAA yang ke-5. Bahkan, melalui kegiatan ini, diharapkan ada kunjungan 58.000 wisatawan meski fasilitas penginapan di Sumenep baru mencapai 18 hotel. ”Saya ingin keraton di masa depan bisa menjelma menjadi pusat pemerintahan, pusat budaya, serta pusat ekonomi, menghidupkan ekonomi masyarakat secara nyata. Festival keraton pada ujungnya bisa memperkuat tiang-tiang NKRI,” katanya.
Keraton Sumenep sebagai bangunan diyakini merupakan bangunan keraton di Indonesia yang masih relatif utuh dibandingkan dengan keraton lain se-Indonesia. Kompleks bangunan dan aset-aset sejarahnya, seperti gerbang dan kompleks makam, terawat dengan baik, belum banyak tersentuh modernisasi.
Beda misalnya dengan keraton Kesultanan Bangkalan yang juga diberitakan pernah besar, tetapi kini hanya tersisa benteng dan gerbang masuk keraton yang kini berfungsi sebagai tembok gerbang masuk kota Bangkalan.
Pada FKMAA yang ke-5 di Sumenep, di dinding sosialisasi Kominfo Sumenep di media sosial dijadwalkan ada berbagai pergelaran seni dan budaya berkaitan dengan keraton. Di antaranya kirab agung prajurit keraton, upacara adat keraton, pertemuan raja/sultan se-Nusantara, seminar budaya, pergelaran busana dan kesenian keraton, serta pameran benda pusaka keraton.
FKN sudah berlangsung ke-12, tetapi FKMAA baru berlangsung ke-5. Tercatat lokasi penyelenggaraan FKN selalu berganti setiap tahunnya. Tahun 2017 di Cirebon, Jawa Barat, 2016 di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, 2015 di Kendari, Sulawesi Tenggara. FKN bermula dari Festival Keraton se-Jawa yang digelar di Solo, Jawa Tengah, pada 1992. Event tersebut kemudian dikembangkan menjadi Festival Keraton Nusantara yang pertama kalinya berlangsung di Yogyakarta pada 1995.