MANADO, KOMPAS - Penambangan emas liar marak di wilayah pertambangan emas rakyat di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara. Sebagian dilakukan warga negara asing. Dampaknya, hutan Alason kini gundul.
Kepala Dinas Pertambangan Sulut Adrianus Tinungki di Manado, Senin (22/10/2018), mengatakan, aktivitas penambangan di hutan Alason Ratatotok dilakukan tanpa mengindahkan kelestarian lingkungan. Pelakunya, puluhan warga negara China bersama warga setempat.
Kehadiran warga asal China sejak awal 2017 menjadikan wilayah pertambangan rakyat di Ratatotok mengalami degradasi lingkungan.
”Tindakan mereka (petambang) sudah keterlaluan. Bukit Alason yang dulu hijau kini gundul. Mereka menambang tanpa izin,” katanya. Tinungki menyebut, jumlah warga asing China menambang di Ratatotok sekitar 30 orang.
Luas hutan Alason Ratatotok sekitar 300 hektar. Sebagian hutan telah rusak akibat penambangan. Kerusakan itu terjadi secara masif setelah puluhan warga negara China menambang bersama warga setempat menggunakan alat berat.
Pernah disegel
Tinungki mengatakan, aktivitas penambangan emas di wilayah penambangan rakyat telah berlangsung selama dua tahun. Awal tahun 2018, Dinas Pertambangan Sulut telah menyegel lokasi tersebut. Akan tetapi, ujar Tinungki, para petambang dan warga asing merusak segel dan menambang lagi di sana.
Dinas Pertambangan akhirnya mengadukan aktivitas penambangan yang dinilai merusak lingkungan dan melanggar penyegelan itu ke DPRD Sulut dalam rapat dengar pendapat. Tinungki meminta warga negara China itu ditangkap dan dideportasi karena melanggar izin tinggal di Sulawesi Utara.
Kepala Kantor Imigrasi Manado Friece Sumolang mengatakan, pengawasan terhadap warga negara asing dilakukan secara rutin. Menurut dia, aktivitas warga China di lokasi pertambangan Ratatotok belum diketahui.
”Kami baru tahu kalau ada warga China yang menambang di Ratatotok. Saya akan cek ke lokasi,” katanya.
Rully Tamod, warga Ratatotok, mengatakan, penambangan emas di wilayahnya telah berlangsung lama tanpa pengawasan pihak berwenang. Ia menyatakan, warga telah beberapa kali mengadukan masalah penambangan oleh warga asing itu kepada Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara, tetapi diabaikan.
Menurut Tamod, warga China memberi modal kepada para petambang dengan menyewa alat berat, kemudian hasil tambang dijual kepada para bandar di lokasi. Warga asing itu ikut menambang dengan menjadi operator alat berat,” katanya.
Para warga asing itu, kata Tamod, membuat penampungan tanah yang mengandung emas di lokasi dengan kapasitas 20 ton. (ZAL)