AMBON, KOMPAS - Kasus tambang liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, telah dibahas lintas kementerian dan lembaga di Jakarta dengan membentuk tim khusus untuk mengkaji dan merekomendasikan solusi penanganan masalah tersebut. Pemerintah daerah diminta menggelontorkan anggaran Rp 1 miliar untuk biaya pengamanan Gunung Botak.
Kepala Bagian Humas Pemerintah Provinsi Maluku Bobby Palapia kepada Kompas di Ambon, Senin (22/10/2018), mengatakan, lokasi bekas tambang liar itu akan dijaga aparat gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja, Polri, dan TNI. Pengamanan itu untuk mencegah petambang kembali lagi ke lokasi itu seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
Dalam pengamanan itu akan dibangun pos komando di sejumlah lokasi yang biasanya jadi pintu masuk petambang, seperti dari Desa Dava dan Sungai Anahoni. Selain itu, ada juga ”jalur tikus” yang diduga menjadi pintu masuk.
Adapun pos utama akan dibangun di puncak Gunung Botak dekat titik penggalian material emas. Ini untuk mengantisipasi petambang yang biasa menyusup masuk malam hari.
Pengamanan dimulai sejak lokasi tambang ditutup pada pekan lalu hingga akhir tahun ini. Nasib Gunung Botak selanjutnya bergantung pada rekomendasi dari tim terpadu lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang dibentuk akhir pekan lalu di Jakarta. ”Selama pengamanan ini berlangsung, daerah menyiapkan anggaran pengamanan sekitar Rp 1 miliar,” kata Bobby.
Bobby berharap, pengamanan dilakukan dengan baik sehingga petambang tidak lagi masuk. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, ada petambang yang masuk ke lokasi itu di tengah aparat berjaga. Mereka bahkan bebas menambang. Ada kesan petambang bekerja dalam lindungan aparat. Penutupan ini merupakan yang kesekian kalinya sejak lokasi itu mulai dirambah pada Oktober 2011.
Menurut Bobby, tim terpadu itu untuk mencari solusi. Sejumlah solusi yang mungkin akan diusulkan di antaranya penutupan lokasi itu untuk selamanya, lokasi itu dikelolah oleh perusahaan profesional, atau penerbitan izin tambang rakyat. Semua opsi itu tentu memiliki risiko. Semua pihak yang terlibat harus diajak bicara demi mendapatkan solusi terbaik.
Penegakan hukum
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Muhammad Roem Ohoirat menambahkan, selama tim terpadu bekerja, polisi terus menyelidiki dugaan tindak pidana di Gunung Botak. Polisi sedang mengejar mafia yang terlibat mendanai aktivitas tambang liar hingga distribusi merkuri dan sianida. Polisi juga mendalami dugaan suap dari pengelola tambang kepada oknum aparat. Dalam satu bulan, suap di lokasi itu paling sedikit Rp 16 miliar.
Selain itu, polisi juga menyelidiki tindak pidana dugaan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan yang beroperasi di sana. Diduga ada perusahaan yang menggunakan bahan kimia berbahaya untuk mengolah emas. ”Masalah perizinan juga akan dilihat. Sejauh ini penyelidikan terus berjalan dan ada progres yang positif,” kata Roem.
Tim gabungan sedang menjaga penggusuran di lokasi bekas tambang. Tenda tempat tinggal petambang, tempat pengolahan emas, kios penjualan sembilan bahan pokok di puncak gunung itu digusur dengan alat berat sejak akhir pekan lalu. Penggusuran itu sempat diwarnai protes dari oknum-oknum tertentu yang diduga menginginkan aktivitas tambang terus langgeng. Protes itu akhirnya reda dengan sendirinya.
Peneliti logam berat dari Universitas Pattimura, Yusthinus T Malle, mengingatkan bahaya pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri dan sianida. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membersihkan lingkungan di daerah yang menjadi lumbung pangan di Maluku. Dia khawatir, jika dibiarkan berlarut-larut, kerusakan lingkungan akan semakin parah.
Tahun 2015, lewat penelitian Yusthinus menemukan sejumlah warga setempat telah terpapar merkuri.(FRN)