JAMBI, KOMPAS — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta seluruh pemimpin agama tetap mengedepankan aturan dalam pembangunan rumah ibadah. Di sisi lain, kepala daerah berkewajiban menyediakan tempat ibadah bagi umat yang belum memilikinya.
Hal itu dikemukakan Lukman saat berkunjung ke Jambi, Kamis, (25/10/2018), terkait penyegelan tiga gereja di wilayah Kenali Besar, Kota Jambi, oleh Pemerintah Kota Jambi. Penyegelan itu telah mengakibatkan lebih dari 1.000 orang kehilangan tempat beribadat.
Tiga gereja yang disegel adalah Gereja Methodis Indonesia, Huria Kristen Indonesia, dan Gereja Sidang Jemaat Allah. Pemerintah Kota Jambi beralasan penyegelan tersebut dilakukan karena ketiga gereja itu belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB).
”Kepala daerah wajib menyediakan alternatif tempat ibadah agar umat tetap bisa menjalankan kewajibannya sebagai umat yang taat beribadah,” katanya.
Akan tetapi, keberadaan rumah ibadah di mana pun tetap harus memenuhi prasarat sesuai ketentuan yang berlaku. Semua pembangunan rumah harus melalui proses aturan yang berlaku, termasuk mendapatkan persetujuan izin membangun.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Jambi menawarkan dua opsi kepada jemaat di tiga gereja yang disegel. Opsi pertama merelokasi gereja.
Pemkot menyatakan hanya dapat memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) bagi satu bangunan gereja di Kelurahan Kenali Besar. Dua lainnya diminta direlokasi.
Relokasi ditawarkan ke Jalan Penerangan di Kelurahan Bagan Pete, Kecamatan Alam Barajo. Jaraknya sekitar 3 kilometer dari gereja awal di Kelurahan Kenali Besar. Meski ditawari lokasi, pihak gereja diminta membeli sendiri lahan dan membangun gedung sendiri.
Adapun opsi kedua, ketiga gereja diminta bergabung dalam satu bangunan saja. Salah satu gereja yang bangunannya berukuran paling besar, yakni Gereja Methodis Indonesia (GMI), dipilih untuk diberikan izin dan menjadi tempat bergabungnya tiga gereja. Itu berarti dua gereja lainnya harus menumpang beribadah, yakni Huria Kristen Indonesia (HKI) dan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA).
Terkait opsi tersebut, Pemimpin GSJA Pendeta Yonatan Klasir menyatakan pikir-pikir. Menurut dia, kedua opsi itu belum menenangkan jemaatnya sebab relokasi berarti membutuhkan biaya besar yang sulit dicukupi jemaatnya. Sementara sebagian besar anggota jemaatnya berekonomi lemah.