Segera Selesaikan Pendataan Rumah Rusak
Pendataan rumah rusak diharapkan segera selesai. Dengan demikian, jumlah hunian sementara dan waktu pembangunan bisa ditentukan. Sementara itu, keterbatasan tenda membuat sebagian kelas darurat akan dibangun dengan material yang ada di sekitar lokasi.
PALU, KOMPAS Pendataan rumah rusak berat akibat bencana alam di Sulawesi Tengah diminta selesai dalam dua minggu ke depan. Hasilnya bakal menentukan kecepatan pembangunan dan kepastian jumlah hunian sementara bagi para penyintas.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meminta hal itu saat mengunjungi Kota Palu, Sulteng, Rabu (24/10/2018). Dalam kesempatan tersebut, ia mengunjungi posko pengungsian Petobo dan melihat pembersihan bangkai jembatan kuning di Pantai Talise yang ambruk diterjang tsunami.
Basuki mengatakan, pendataan rumah rusak berat menjadi patokan utama. Apabila jumlahnya sudah diketahui, pihaknya bisa mengetahui jumlah pasti dan waktu penyelesaian pembangunan hunian sementara.
Kementerian PUPR tengah membangun 1.200 unit hunian sementara atau 15.000 bilik di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala. Satu bilik bisa menampung 4-5 orang.
”Pembangunan ditargetkan rampung dua bulan ke depan. Para penyintas akan tinggal maksimal selama 2 tahun sebelum pindah ke hunian tetap,” ujarnya.
Kepala Satuan Tugas Kementerian PUPR untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulteng Arie Setiadi Murwanto mengatakan, pengerjaan hunian sementara dilakukan serentak di Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi.
Hingga akhir bulan ini, pihaknya menargetkan 600 unit bakal terbangun. ”Akhir Desember 2018, diperkirakan akan rampung 1.200 unit,” kata Arie.
Jembatan Kuning
Basuki mengatakan, pihaknya akan membangun kembali Jembatan Kuning di Pantai Talise. Saat ini, reruntuhannya tengah dibersihkan menggunakan banyak alat berat.
Dari hasil pemeriksaan, menurut Basuki, fondasi jembatan tidak rusak. Untuk memastikan, pihaknya akan melihat lebih lanjut apakah jembatan itu nantinya akan dibangun di tempat yang sama atau tidak.
”Kami akan desain ulang posisinya, di mana letak pembangunan yang cocok untuk membuat jembatan baru. Untuk memastikan kekuatannya, akan dibuat tanggul karena terjadi subsidensi (penurunan) bibir pantai,” ujar Basuki.
Kelas darurat
Di tempat terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan, jumlah tenda untuk membangun kelas darurat di lokasi bencana di Sulteng memang belum mencukupi. Untuk mengatasi hal itu, kelas darurat akan dibangun menggunakan material lokal yang ada di Sulteng didukung bantuan anggaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
”Kami putuskan membangun kelas-kelas darurat dari bahan-bahan yang ada di sana,” kata Muhadjir di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, berdasarkan pendataan yang dilakukan Kemdikbud, jumlah kelas darurat yang harus dibangun di lokasi bencana gempa bumi dan tsunami di Sulteng sekitar 1.400 unit. Sementara itu, jumlah tenda milik Kemdikbud yang bisa dipakai untuk kelas darurat tinggal 46 unit.
Hal ini karena sebagian besar tenda milik Kemdikbud sudah dipakai di lokasi bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. ”Kita punya tenda sebagian besar sudah dipakai di NTB, tinggal 46 buah,” ujarnya.
Dia menambahkan, Kemdikbud juga menerima bantuan tenda dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) berjumlah 450 unit.
Dari jumlah itu, sekitar 200 tenda telah dikirim ke Sulteng, sementara 250 tenda sisanya dalam pengiriman. Meski sudah mendapat bantuan tenda dari Unicef, jumlah tenda yang dibutuhkan untuk membuat kelas darurat belum mencukupi.
Muhadjir memaparkan, untuk mendukung pembangunan kelas darurat, Kemdikbud mendatangkan material bambu dari Sulawesi Barat serta terpal dari Surabaya, Jawa Timur. Kemdikbud mengucurkan anggaran Rp 30 juta untuk pembangunan setiap kelas darurat.
Menurut Muhadjir, saat ini pembangunan kelas darurat menggunakan material lokal sudah dimulai. Dia menyatakan, kelas-kelas darurat itu hanya akan dipakai untuk kegiatan belajar-mengajar selama beberapa bulan.
Setelah itu, kegiatan belajar-mengajar akan dilakukan di bangunan sekolah sementara yang dibangun Kementerian PUPR. ”Kemdikbud hanya menyiapkan kelas darurat yang kira-kira digunakan dua sampai tiga bulan,” kata Muhadjir.
Ia menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat karena penanganan masalah pendidikan di lokasi bencana di Sulteng tidak secepat di lokasi gempa bumi di NTB.
”Saya minta maaf, (penanganan) tidak secepat seperti di NTB. Hal ini karena bencana beruntun dan semua sudah kita fokuskan di NTB,” ucap Muhadjir. (JOG/IDO/HRS)