JAMBI, KOMPAS — Tradisi tutur Melayu yang hampir punah, krinok, mendapatkan penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia, Kamis (25/10/2018). Penghargaan itu diperoleh setelah tradisi itu dibawakan dengan jumlah pengiring terbanyak, yakni 2.474 orang.
Krinok dibawakan selama lebih dari 30 menit di acara Pekan Pramuka Santri Nusantara V di Muaro Jambi, Jambi, Kamis (25/10/2018).
Pertunjukan diisi seorang pelantun sastra lisan berupa pantun dan nyanyian. Setelah pantun selesai diucapkan, seorang lagi memainkan biolanya diiringi nyanyian dari para pengiring.
Menurut perwakilan Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri), Awan Raharjo, rekor tersebut diperoleh karena krinok yang dibawakan memiliki pengiring terbanyak. Terlepas dari hal itu, krinok juga dinilai istimewa karena merupakan tradisi sastra lisan yang hampir punah dan kini dihidupkan kembali oleh sejumlah pegiat budaya di Jambi.
Dalam atraksi pantun dan alunan musik itu, mengalirlah nilai-nilai budaya dan kehidupan yang membangun masyarakat. ”Muri mengapresiasi tradisi ini,” katanya.
Musik krinok ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 2013 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Musik itu kini juga tengah diajukan untuk memperoleh pengakuan dari Unesco sebagai warisan budaya dunia.
Tokoh budaya dari Taman Budaya Jambi, Purnama Syam, yang menggagas krinok sebagai warisan budaya, menyatakan bahwa butuh perjuangan panjang untuk memperoleh pengakuan nasional. Musik ini, katanya, unik dan sarat nilai. Musik asli Kabupaten Bungo itu kerap dimainkan suku Batin dan kini kian meluas.
Awalnya, krinok dimainkan tanpa peralatan musik. Musik mengalun dengan mengandalkan pita suara. Belakangan, krinok dimodifikasi dengan bantuan alat musik tabuhan gendang, kelintang, gong, dan biola. Tujuannya agar atraksi menjadi lebih meriah.