Masa Transisi Dimulai
Pembangunan hunian sementara bagi korban gempa-tsunami terus dikebut. Langkah ini dilakukan agar warga sudah menempati rumah yang baik sebelum datangnya musim hujan.
Palu, Kompas Masa transisi bagi korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah dimulai Jumat (26/10/2018). Dalam masa ini, pemerintah fokus membangun 1.200 unit hunian sementara untuk 14.400 keluarga korban gempa, tsunami, dan likuefaksi di Palu, Sigi, dan Donggala. Proyek ini ditargetkan rampung pada pertengahan Desember dengan melibatkan para penyintas.
”Selama masa transisi, pembangunan hunian sementara jadi fokus. Pengerjaan hunian sementara harus dikebut karena warga tidak bisa dibiarkan tinggal di tenda-tenda yang tak tahan lama. Sementara pembangunan hunian tetap baru akan dilakukan saat masa rehabilitasi dan konstruksi,” ujar Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (26/10/2018).
Kondisi masa transisi dalam penanganan gempa di Sulteng diakui Wiranto berbeda dengan masa transisi penanganan gempa di Lombok. Menurut dia, di Lombok pemerintah tidak membangun hunian sementara.
”Masa transisi di Sulteng dan Lombok berbeda karena di Lombok kami tak menggunakan hunian sementara. Di Lombok rumah yang rusak masih menyisakan kerangka. Di sini (Sulteng) rumah tersebut lenyap karena tsunami dan likuefaksi,” ujarnya.
Wiranto menjelaskan, dengan hunian sementara, tidak ada lagi pengungsi yang tinggal di tenda. Seluruh pengungsi akan mendapat hunian sementara atau tinggal kembali di rumahnya.
Untuk mempercepat pembangunan hunian sementara, Wiranto berharap agar penyintas diberdayakan sebagai pekerja. Tujuannya agar mereka mendapat penghasilan dan tidak hanya menggantungkan hidupnya pada jaminan hidup dari pemerintah.
”Pembangunan, kan, ada insinyurnya, ada mandornya, ada pekerja kasar. Kalau angkat-angkat batu saja, masak masyarakat tidak bisa.” ucap Wiranto. Salah satu tujuan ide ini adalah menyediakan lapangan kerja bagi penyintas.
Apalagi, sejumlah penyintas kehilangan lahan penghidupan. Contohnya, Fenar (36), warga Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, terpaksa menganggur selama sebulan pascagempa. Sawah dan kebun milik orang yang bisa digarap buruh tani ini sudah luluh lantak karena likuefaksi.
Kepala Satgas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulteng Arie Setiadi Murwanto menyebutkan, setiap perusahaan pelaksana proyek hunian sementara menggarap 125 unit. Untuk itu, setiap perusahaan butuh 500 tenaga kerja.
Setiap tukang mendapat upah Rp 150.000-Rp 200.000 bekerja selama pukul 08.00-21.00 dan pekerja kasar Rp 100.000-Rp 150.000 per hari.
Kemarin, Wiranto didampingi Arie meninjau pembangunan hunian sementara di Kecamatan Petobo. Dari target 1.200 hunian, 70 unit di antaranya akan dibangun di Petobo.
Pembangunan tersebut akan dilakukan empat BUMN, yaitu Waskita Karya 18 unit, Wijaya Karya 13 unit, Pembangunan Perumahan 22 unit, dan Nindya Karya 17 unit Branch Manager Waskita Karya wilayah Sulawesi Juniarsyah mengatakan, pihaknya mendapat bagian membangun 125 hunian sementara.
Pembangunan itu tersebar di beberapa lokasi yang ada di Petobo, Wani, Pantoloan, Taipa, dan Panau. Juniarsyah mengakui, dalam kondisi saat ini ketersediaan material dan tenaga menjadi kendala tersendiri.
Untuk membangun 125 hunian sementara, sedikitnya dibutuhkan tenaga 480 pekerja.”Saat ini kami mendatangkan 90 pekerja dari sekitar Sulawesi Tengah. Namun, saat nanti semua material sudah datang dan siap dibangun, kami akan mencari pekerja dari masyarakat sekitar, Makassar, Manado bahkan hingga Jawa,” ujarnya.
Komitmen Australia
Di Mataram, Pemerintah Australia menyatakan berkomitmen melanjutkan kerja sama dengan Pemerintah Nusa Tenggara Barat dalam berbagai bidang, termasuk perbaikan sarana dan prasarana yang rusak akibat gempa.
”Kami sangat aktif membantu mitra, NTB, untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, infrastruktur, pelayanan sosial, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi usaha kecil dan menengah,” kata Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Allaster Cox, saat berdialog dengan Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar di Tanjung, Jumat. Sebelumnya, Cox juga bertemu Gubernur NTB Zulkieflimansyah di Mataram.
Program yang berjalan di NTB, seperti pelayanan sosial dasar bidang pendidikan bekerja sama lembaga mitra Inovasi (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) membangun sekolah darurat terbuat dari bambu di SDN 2 Malaka. Membantu 1.520 warga mendapatkan akta lahir yang hilang saat gempa, pemulihan ekonomi warga lokal lewat BUMDes Mar’t yang terdampak gempa.
Untuk rehabilitasi dan rekontruksi 5 juta dollar Australia di NTB, masing-masing 3 juta dollar Australia untuk Lombok Utara dan 2 juta dollar Australia untuk dibagi ke daerah terdampak lainnya,” ujar Cox. Menurut Bupati Najmul Akhyar yang paling dibutuhkan saat ini adalah hunian sementara dalam mengantisipasi musim hujan November-Desember. (JOG/GER/RUL)