MALANG, KOMPAS - Menjelang berakhirnya musim giling tebu tahun 2018, harga tebu di tingkat petani di Kabupaten Malang, Jawa Timur, membaik. Saat ini harga tebu di atas Rp 70.000 per kuintal. Harga ini lebih tinggi dibanding saat pertengahan musim giling yang hanya sekitar Rp 50.000 per kuintal.
Di Kabupaten Malang pasokan tebu tinggal sedikit, sementara di wilayah Malang selatan hampir habis, kecuali daerah timur dekat perbatasan dengan Kabupaten Lumajang dan di sisi timur laut, seperti Kecamatan Jabung.
Pengurus Paguyuban Petani Tebu Jaya Kecamatan Pagak, M Nasir, Selasa (30/10/2018), mengatakan, harga tebu membaik sejak satu bulan terakhir. “Penyebab karena pasokan tebu berkurang. Bisa juga ini trik dari pabrik gula (PG) agar bisa menggenjot produksi karena karena saat ini persediaan tebu di lahan kian menipis,” ujarnya.
Menurut Nasir tingginya harga tebu di akhir musim giling biasa terjadi setiap tahun. Hal itu menjadi kelemahan petani. Mereka tidak bisa mendapatkan harga tinggi saat pasokan tebu masih banyak.
Di Malang setidaknya ada dua pabrik gula (PG), masing-masing PG Krebet Baru yang merupakan badan usaha milik negara dan PG Kebon Agung milik swasta. PG Kebon Agung telah mengakhiri masa giling. Sedang PG Krebet Baru, menurut Nasir telah mengurangi volume produksi.
Selain harga tinggi, angka randemen tebu saat ini juga bagus lantaran kemaraunya cukup panjang. Untuk tebu yang masuk PG randemennya mencapai 10 persen. Sedangkan tebu yang digiling untuk gula jawa (gula merah) randemennya bisa 14 persen.
Disinggung apakah ada kesulitan yang dialami petani lantaran PG mulai mengakhiri masa giling, menurut Nasir sejauh ini petani masih bisa menjual ke pabrik yang masih beroperasi di luar wilayah. Mereka juga bisa menjual ke perajin gula jawa skala industri rumah tangga.
“Kalau menjual tidak sulit. Yang masih jadi persoalan adalah uang penjualan tebu dari Bulog (Badan Urusan Logistik) yang molor,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Bulog Sub Divisi Regional VII Malang Fachria Latuconsina, saat dikonfirmasi seputar keluhan petani, mengatakan, prosedur pembayaran tebu petani memang berjenjang.
Pembayaran diajukan ke kantor pusat dahulu dengan memertimbangkan kesesuaian dokumen. Baru setelah itu dikirim ke provinsi dan dilanjutkan ke Malang.
“Jadi prosesnya berjenjang. Ke Surabaya dulu, dicek, dipetani (dicermati dulu) pabrik gulanya. Karena se-Jawa Timur, harus dipetani lagi satu per satu. Setelah dipetani baru dikirim ke Malang. Di Malang kembali dicek dokumen pendukungnya, sudah sesuai belum. Jadi semua butuh proses,” ujarnya.