BANJARMASIN, KOMPAS Upaya penyeludupan narkoba ke wilayah Kalimantan Selatan terus terjadi. Selama Oktober, aparat Kepolisian Daerah Kalsel setidaknya mengungkap tiga kasus narkoba yang menonjol.
Tiga kasus itu adalah pengungkapan jaringan Kalimantan Barat dengan barang bukti 5 kilogram sabu dan tersangka RR (23), jaringan Kalimantan Timur dengan barang bukti 5.400 butir ekstasi dan tersangka NH (31) dan RR (30), serta jaringan MJ (27) dan kelompoknya dengan barang bukti 222.756 butir pil carnophen.
”Pengungkapan itu merupakan komitmen kami dalam memberantas peredaran narkoba di Kalimantan Selatan. Diharapkan ada efek jera,” kata Kepala Polda Kalsel Inspektur Jenderal Yazid Fanani, Senin (29/10/2018) di Banjarmasin.
Menurut Yazid, jaringan Kalbar dan Kaltim menyelundupkan narkoba ke Kalsel melalui jalur darat, Jalan Trans-Kalimantan. Dari Kalbar, melalui jalur darat Pangkalan Bun-Palangkaraya- Banjarmasin. Dari Kaltim, melalui jalur darat Samarinda-Banjarmasin.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor mengapresiasi keberhasilan Polda Kalsel mengungkap kasus peredaran narkoba di wilayah Kalsel. Menurut Sahbirin, jika kasus narkoba tidak diungkap dan terus beredar, banyak warga akan menjadi korban.
Menurut Direktur Reserse Narkoba Polda Kalsel Komisaris Besar Muhammad Firman, jaringan Kalbar dan Kaltim merupakan jaringan internasional. ”Sabu didatangkan dari Thailand, ekstasi dari Malaysia,” ujarnya.
Para pelaku yang tertangkap hanya kurir. Mereka dikendalikan bandar narkoba yang sudah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Karang Intan, Kabupaten Banjar.
Terjadi juga di Sumsel
Senin, Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumsel menangkap dua pengedar narkoba, RL (40) dan AJ (47), yang merupakan narapidana Lapas Kelas III Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin, dan seorang sipir penjara, RH (26), yang berperan sebagai kurir.
Polisi menyita 4 kilogram sabu jenis baru dan 15.000 butir ekstasi. Ini kasus narkoba kelima di lapas di Sumsel pada tahun 2018.
Kepala Polda Sumsel Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara mengatakan, pengungkapan kasus bermula dari laporan pihak lapas terkait ada sipir yang membawa narkoba.
Peredaran sabu dan ekstasi tersebut dikendalikan RL dan AJ. RL adalah narapidana narkoba yang dihukum 15 tahun penjara dan AJ dihukum 8 tahun.
Zulkarnain mengatakan, narkoba didatangkan dari Jambi dan diduga merupakan jaringan Riau. Sabu dikirim dari Malaysia dan diselundupkan melalui pesisir timur Sumatera. Adapun sabu berasal dari Myanmar dan diduga memiliki kadar amfetamin lebih tinggi dari sabu biasanya.
RH, CPNS yang direkrut tahun 2017 dan akan diangkat tahun ini, mengaku tergiur ajakan kedua bandar narkoba. Setiap berhasil mengirimkan narkoba, ia mendapat upah Rp 1 juta-Rp 2 juta. (JUM/RAM)