Dulu Angker, Kini Wisata Favorit
Desa Bale Bujang, Aceh Tengah, menyulap tempat angker Bur Telege menjadi desa percontohan yang sukses dalam pengembangan wisata.
Dulunya bukit pinus itu tempat berandalan mengonsumsi narkoba, bahkan dikenal angker. Kadang-kadang anak muda diam-diam datang untuk berpacaran. Namun, setelah disulap menjadi lokasi wisata, orang beramai-ramai mengunjunginya. Itulah Bur Telege, lokasi wisata baru di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh.
Hawa dingin menyergap saat tiba di puncak bukit pinus di Desa Bale Bujang, Kecamatan Danau Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, Minggu (9/9/2018). Kesan pertama saat tiba di puncak Bur Telege, sebuah ketenangan. Hijaunya hutan pinus dan birunya air Danau Laut Tawar yang terlihat dari ketinggian memberikan kedamaian.
Matahari kian condong ke barat, tetapi cuaca masih cukup cerah. Pengunjung justru terus berdatangan. Mereka berkunjung bersama teman atau keluarga. Wisatawan tidak hanya dari Aceh Tengah, tetapi juga dari kabupaten dan kota tetangga.
Bur artinya ’bukit’ dan telege maknanya ’telaga’. Terletak di tepi Danau Laut Tawar, hanya butuh 15 menit mencapainya dengan kendaraan roda dua atau empat dari Kota Takengon.
Setelah memarkir kendaraan di tanah lapang di punggung bukit, pengunjung harus menyusuri jalan menanjak sekitar 100 meter. Tiba di atas, sebuah bangku kayu bertulis ”Bur Telege” dengan motif kerawang Gayo langsung mencuri perhatian, membuatnya seolah menjadi kawasan wajib swafoto.
Payung warna-warni yang digantung terbuka di jalan masuk menambah kesan meriah. Memasuki kawasan bukit, di antara pohon-pohon pinus, terdapat rumah panggung yang dindingnya dilapasi baliho kerawang Gayo, tempat wisatawan bisa menggelar acara.
Tak jauh dari sana ada lokasi berfoto sajadah terbang dan rumah pohon. Pengunjung ramai berfoto di tempat itu. Anak-anak terlihat riang bermain ayunan di sudut lain. Harum kopi arabika menguar dari sebuah kedai kecil di salah satu sudut.
Mora Trisna Lembong (23), wisatawan asal Kota Langsa, mengatakan, sudah lama ingin hadir di Bur Telege. Dia ingin menambah koleksi foto di akun media sosialnya. ”Berada di sini rasanya damai dan tenang. Suasana alam seperti ini tidak ada di tempat lain,” kata Mora.
Inisiasi pemuda
Reje (Kepala Desa) Bale Bujang Misriadi menuturkan, Bukit Bur Telege mulai dikelola sebagai lokasi wisata sejak awal 2017. Bermula beberapa pemuda desa mengunggah foto pemandangan danau dari atas bukit ke media sosial. Hasil unggahan mereka mendapat sambutan hangat warga media sosial. Banyak yang suka, berkomentar, dan bertanya di mana lokasinya.
Setelah itu banyak pengunjung dari Takengon berdatangan. Melihat publik yang antusias, para pemuda bersemangat bergotong royong membersihkan semak belukar di bukit itu. Mereka juga membuat lokasi untuk swafoto semenarik mungkin untuk menggoda warga internet berkunjung ke sana.
Melihat semangat pemuda, Misriadi menyampaikan kepada warganya, ”Lokasi ini memiliki potensi besar, kita jadikan ekowisata. Apalagi ini diinisiasi pemuda, harus kita dukung,” katanya.
Bagi Misriadi, saat itu yang penting pemuda desa memiliki kegiatan positif agar tidak terjerumus perilaku menyimpang.
Pada Lebaran Idul Fitri, Juni 2017, pengunjung membeludak. Warga desa kewalahan karena lokasi itu baru dibuka. Fasilitas umum masih minim dan lokasi parkir sempit. Tiket belum dicetak.
”Kami kaget, kok, ramai sekali pengunjungnya. Kami gotong royong siang malam, sampai tidak sempat bersilaturahmi ke rumah famili,” ungkap Misriadi tertawa.
Warga mulai tersadar bukit yang dianggap angker itu punya potensi wisata yang besar. Mereka tidak menyangka dari bukit yang dulunya tempat yang dipandang buruk kini malah menghasilkan pendapatan dan memberi peluang kerja bagi pemuda desa.
Perangkat desa sepakat mengalokasikan dana desa untuk pengembangan kawasan wisata Bur Telege. Tahun 2017 dana desa Rp 110 juta digunakan untuk pembangunan sejumlah fasilitas umum, seperti jalan setapak, toilet, dan obyek swafoto.
”Agar manajemen lebih tertata, pengelolaan kemudian diserahkan kepada Badan Usaha Milik Kampung (BUMK). Di BUMK isinya juga para pemuda,” kata Misriadi.
Karena Bukit Bur Telege merupakan hutan lindung yang ada di kawasan Desa Bale Bujang, pengelolaan wisata menerapkan skema hutan kemitraan bersama Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) II Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh. Wilayahnya meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie Jaya. Dari 200 hektar hutan yang ada, yang dibuka untuk wisata 2 hektar.
Pengelolaan kian baik. Setiap pengunjung dikenai biaya masuk Rp 2.500 per orang. Sebuah kedai kopi dibuka dan mulai menjual suvenir. Sebanyak 50 pemuda dan perempuan dilibatkan untuk bekerja penuh waktu dan paruh waktu.
Jumlah pengunjung terus meningkat, pada akhir pekan pengunjung mencapai 800 orang. Saat liburan Lebaran, dalam satu minggu pengunjung mencapai 30.000 orang. Tahun 2017, pendapatan mereka mencapai Rp 200 juta.
Pendapatan wisata itu dibagi 10 persen untuk provinsi, 5 persen untuk kabupaten, dan sisa untuk BUMK Desa Bale Bujang.
Melihat animo pengunjung yang tinggi itu, pada 2018 dana desa kembali dikucurkan sebanyak Rp 59 juta. Uang itu dipakai untuk membeli perlengkapan permainan flying fox dan rambat beton. Beruntung pada tahun yang sama Bur Telege mendapat bantuan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi berupa jalur pejalan kaki, lampu, dan toilet.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Gampong (BPMG) Aceh Tengah Windi Darsa mengatakan, karena Bur Telege, Desa Bale Bujang menjadi desa percontohan pemanfaatan dana desa untuk mengembangkan wisata. Desa dianggap berhasil mengelola dana desa untuk kegiatan yang produktif.
”Selama ini dana desa banyak dihabiskan untuk pembangunan fisik. Saya berharap desa lain mencontoh apa yang dilakukan Bale Bujang,” kata Windi. Apalagi di Aceh Tengah saat ini terdapat 255 desa dengan jumlah total dana desa yang dikucurkan Rp 187 miliar.
Menurut Windi, perangkat desa harus kreatif dan jeli mengelola potensi desa untuk mendatangkan pendapatan desa. Setiap desa pasti punya keunggulan. Pengelolaan dana desa yang partisipatif akan melahirkan terobosan baru. Contoh konkret ada di Desa Bale Bujang.