Jurnalisme Mampu Perangi Kampanye Hitam
SURABAYA, KOMPAS Kampanye hitam dan berita bohong akan terus mewarnai perjalanan Pemilihan Umum 2019. Kasus-kasus terus ditangani, bahkan pelaku dijerat dengan sanksi hukum cukup berat. Namun, kejahatan serupa akan terus ada sehingga penanganan dan pencegahan merupakan aksi tiada henti.
Salah satunya dengan memunculkan narasi harapan melalui jurnalisme.
Demikian salah satu pokok pikiran yang dikemukakan kalangan akademisi Surabaya dalam Bincang Kompas bertema ”Antisipasi Kampanye Hitam dan Berita Bohong”, Selasa (30/10/2018) di Redaksi Kompas Biro Surabaya, Jawa Timur. Acara merupakan kerja sama antara harian Kompas dan Universitas Airlangga (Unair) yang turut menghadirkan akademisi kampus lain.
Guru Besar Ilmu Sosiologi Unair Hotman Siahaan mengingatkan, dentuman informasi kampanye hitam dan berita bohong seakan menyentuh aspek runtuhnya peradaban. Dalam masa perkembangan teknologi informasi saat ini, kampanye hitam dan berita bohong telah menjadi produk ”industri”. Sebuah peristiwa kecil dibesar-besarkan sehingga realitasnya menjadi semu yang celakanya dipercaya oleh publik.
”Hukum tidak mampu menjangkau atau mengatasi masalahnya,” kata Hotman. Masyarakat seakan dipecah sehingga terus bertentangan. Inilah yang disebut kondisi perang semua melawan semua. Secara ekstrem, kata Hotman, situasi saat ini seakan peradaban manusia menjadi mundur. Sebab, dengan memakai kampanye hitam dan berita bohong, manusia menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus).
Guru Besar Ilmu Politik Unair dan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Kacung Maridjan menilai, kontestasi politik saat ini lebih dilihat sebagai pertarungan dua kandidat pemilihan presiden. Secara sederhana, setiap kutub akan mengusahakan bagaimana tingkat kepopuleran dan keterpilihan kandidat naik, sementara kandidat lainnya turun.
”Kampanye hitam dan berita bohong justru dibuat di luar struktur tim pemenangan kandidat sebab di era saat ini siapa saja bisa membuatnya,” ujar Kacung. Penanganan hanya bisa ditempuh dengan penegakan hukum yang konsisten serta penyebaran informasi lain yang menyejukkan dan mencerdaskan masyarakat.
Guru Besar Ilmu Komunikasi Unair Henry Subiakto menambahkan, kampanye hitam dan berita bohong menjadi industri politik memakai konsultan komunikasi yang berisi praktisi dan akademisi. Produksi kejahatan informasi itu kian canggih, bahkan memanfaatkan big data.
Perangkat hukum yang ada belum mampu mengatasi kasus-kasus kampanye hitam dan berita bohong. ”Kurang dari 10 persen kasus-kasus itu bisa dijerat melalui pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Henry.
Cepat saji
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra Ido Prijana Hadi mengatakan, kampanye hitam dan berita bohong membuat pembenaran bahkan asumsi menjadi lebih dipercaya daripada kebenaran. Ini berkelindan dengan situasi bahwa informasi yang diproduksi mengedepankan kecepatan daripada verifikasi dan akurasi.
”Inilah jurnalisme cepat saji. Sayangnya, banyak jurnalis yang saat ini menyajikan berita cuma dari media sosial tanpa verifikasi,” katanya.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Prihandari Satvikadewi, mengatakan, media massa juga berperan dalam kampanye hitam dan berita bohong.
Di antara deretan jurnalis yang setia terhadap profesi, ada yang terlibat di media sosial, terjun di tim sukses kandidat, bahkan masuk ke industri hoaks. Di sini terlihat kelemahan dalam pendidikan jurnalistik. ”Melawan kejahatan seperti itu harus dengan gerakan literasi.
Saya membayangkan jurnalisme menjadi arus utama atau kesibukan masyarakat di mana mendorong kemunculan narasi-narasi harapan. Kenapa, misalnya, pers tidak coba dihidupkan di SD, SMP, dan SMA,” katanya.
Dosen Sosiologi Hukum Universitas Surabaya, Agus Machfud Fauzi, menyatakan, belum ada bukti bahwa pelanggaran hukum akibat kampanye hitam dan berita bohong membuat kandidat atau partai politik dibatalkan dalam kontestasi. ”Ini dorongan kepada penyelenggara pemilu dan penegak hukum untuk lebih berani melakukan terobosan,” katanya.
Dosen Ilmu Politik Unair, Airlangga Pribadi Kusman, mendorong akademisi dan media massa tidak jemu memunculkan narasi-narasi prokebangsaan dan prodemokrasi. Kampanye hitam dan berita bohong adalah gejala global yang dibangun dari narasi kebencian terhadap yang berbeda. (Bro/Aci)