BOGOR, KOMPAS - Dana kelurahan yang dialokasikan mulai 2019 dipertanyakan. Kendati bertujuan baik, kebijakan ini direalisasikan menjelang pemilu dan dinilai tak berdasar hukum. Namun, pemerintah menganggap landasan hukum cukup kuat dan kebijakan ini mengakomodasi keinginan daerah.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas (ratas) untuk membahas dana kelurahan dan dana desa di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (2/11/2018) pagi.
Hadir dalam ratas, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Dalam pengantar, Presiden mengingatkan, dana kelurahan dan dana desa untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat. Harapannya, angka kemiskinan desa dan kota berkurang drastis.
Kesenjangan pendapatan juga diperkecil. Kebijakan ini diambil setelah ada usulan para wali kota seluruh Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia, tiga tahun lalu. Para kepala daerah menilai, permasalahan yang dihadapi kelurahan sama kompleksnya dengan desa sehingga perlu alokasi anggaran serupa dana desa.
Presiden meminta Menteri Keuangan segera menyiapkan mekanisme pencairan dana kelurahan agar bisa segera dimanfaatkan. Mendagri diharapkan menyiapkan kerangka pengawasan dan evaluasi supaya pemanfaatan dana kelurahan benar-benar menyentuh kepentingan warga.
Dalam APBN 2019, pemerintah mengalokasikan Rp 3 triliun untuk dana kelurahan dan akan dibagikan ke 8.122 kelurahan.
Menurut Menkeu Sri Mulyani seusai ratas, dana kelurahan disalurkan setiap bulan melalui dana alokasi umum (DAU) pemerintah daerah. Dana ini bisa digunakan untuk membangun atau memperbaiki sarana prasarana di kelurahan sembari mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dana kelurahan tidak menggantikan anggaran kelurahan yang dialokasikan setiap pemerintah kota sesuai aturan perundangan. Dalam aturan, setiap pemkot mengalokasikan dana kelurahan dengan besaran minimal sama dengan dana desa terkecil di wilayahnya atau 10 persen dari dana bagi hasil APBD yang dikurangi dana alokasi khusus.
Menurut Sri Mulyani, dana kelurahan memiliki payung hukum Undang-Undang APBN, peraturan pemerintah, peraturan Mendagri, dan peraturan Menteri Keuangan. Dua aturan terakhir masih akan disiapkan.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menilai, tidak ada satu pun regulasi yang mengatur pengalokasian dana kelurahan oleh pemerintah pusat.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah hanya mengatur dana untuk pemberdayaan masyarakat serta pembangunan sarana dan prasarana di kelurahan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui alokasi di APBD.
Mengalokasikan dana kelurahan melalui DAU APBN berarti pemerintah pusat mengambil alih kewajiban pemerintah daerah. Tidak mengherankan jika keputusan pemerintah pusat mengalokasikan dana kelurahan dicurigai sarat kepentingan politik.
Meski begitu, IBC mengakui, tujuan pengalokasian dana kelurahan relatif baik. Sebab, semakin banyak alokasi APBN untuk masyarakat, partisipasi masyarakat dalam pembangunan diyakini akan meningkat. Selain itu, juga bisa mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. (NTA/INA)