Dua Mantan Kadis Provinsi Jatim Dituntut 1 Tahun 6 Bulan Penjara
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Ardhi Prasetyawan serta mantan Kepala Dinas Perkebunan Samsul Arifien dituntut pidana penjara masing-masing 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Komisi B DPRD Jatim untuk memengaruhi fungsi pengawasan.
Dua kepala dinas ini merupakan pejabat keempat yang ditangkap KPK dalam kasus suap berkelanjutan terhadap seluruh anggota Komisi B DPRD Jatim. Dua pejabat sebelumnya adalah Kepala Dinas Peternakan Rochayati serta Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bambang Heryanto.
Tuntutan terhadap terdakwa Ardhi dan Samsul disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin (5/11/2018). Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Rochmad.
”Terdakwa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP,” ujar Jaksa Wawan Yunarwanto.
Kasus suap terhadap Komisi B DPRD Jatim terungkap karena operasi tangkap tangan oleh KPK pada Juni 2017. Dalam proses hukum, Rohayati terbukti memberikan Rp 175 juta, sedangkan Bambang Heryanto memberikan Rp 300 juta. Uang diberikan kepada Komisi B DPRD Jatim melalui mantan Wakil Komisi B Kabil Mubarok dan Ketua Komisi B Mochammad Basuki.
Pemberian uang itu terkait dengan komitmen pengawasan penggunaan anggaran 2017 dan penyusunan peraturan daerah tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina di Provinsi Jatim. Dalam sidang terungkap Komisi B tidak hanya menerima uang dari Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan, tetapi juga Dinas Perindag dan Dinas Perkebunan.
Wawan mengatakan, Dinas Perindag Jatim 2017 mendapat dana pelaksanaan anggaran sebesar Rp 200 miliar dari APBD Provinsi Jatim. Komisi B meminta commitment fee sebesar 10 persen dari plot anggaran dinas atau Rp 2 miliar. Namun, Ardhi menolaknya dan akhirnya disepakati Rp 200 juta setahun. Uang diberikan setiap tiga bulan atau empat kali dalam setahun masing-masing Rp 50 juta.
”Tahap pertama, Ardhi memberikan Rp 30 juta, tetapi Basuki mengaku menerima Rp 50 juta. Sementara tahap kedua, Ardhi memberikan Rp 50 juta sehingga totalnya Rp 80 juta,” kata Wawan.
Jaksa KPK Mochamad Wiraksajaya juga menyebutkan, Samsul Arifien memberikan uang Rp 140 juta dari total komitmen triwulanan Rp 350 juta. Uang diberikan dalam dua tahap, yakni Rp 40 juta dan Rp 100 juta.
Berdasarkan catatan Basuki, total uang pencairan triwulan pertama yang diterima dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Jatim sebanyak Rp 485 juta.
OPD yang merealisasikan komitmen triwulanan pada triwulan pertama adalah Dinas Perkebunan Rp 40 juta, Dinas Peternakan Rp 40 juta, Dinas Tenaga Kerja Rp 150 juta, Dinas Pertanian Rp 80 juta, Dinas Perdagangan Rp 50 juta, Dinas Kehutanan Rp 30 juta, Dinas Koperasi dan UMKM Rp 50 juta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Rp 20 juta, serta satu dinas lagi Rp 25 juta.
Selanjutnya, Kabil dan Basuki mengatakan, uang setoran dari sembilan OPD Provinsi Jatim dibagikan kepada seluruh anggota Komisi B yang berjumlah 19 orang. Pemberian uang komitmen itu merupakan tradisi lama warisan DPRD periode sebelumnya dan tetap dilestarikan meski dengan besaran nilai berbeda serta mekanisme pencairan dana yang tidak sama.
Permohonan ”justice collaborator”
Dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa Ardhi Prasetyawan dan Samsul Arifien mengajukan permohonan sebagai terdakwa yang bekerja sama dengan penegak hukum atau justice collaborator. Namun, permohonan sebagai justice collaborator ditolak jaksa KPK karena tidak memenuhi syarat sesuai peraturan perundangan.
Alasannya, antara lain, terdakwa tidak memberikan keterangan yang andal dan signifikan untuk mengungkap fakta baru dalam persidangan. Bahkan, saat menjadi saksi dalam perkara terdakwa Basuki, terdakwa Ardhi tidak memberikan seluruh keterangan. Selain itu, terdakwa merupakan pelaku utama pemberi suap.
Menanggapi tuntutan jaksa KPK, terdakwa Ardhi dan Samsul akan mengajukan nota pembelaan bersama dengan kuasa hukum masing-masing. Sidang lanjutan dengan agenda penyampaian nota pembelaan dijadwalkan pekan depan.
Sementara itu, Jaksa Wawan menuturkan, total terdakwa yang diadili dalam kasus suap berlanjut di Komisi B DPRD Jatim mencapai sembilan orang. Ketua Komisi B DPRD Jatim Muhammad Basuki dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 225 juta subsider 1 tahun penjara.
Adapun mantan wakilnya, Kabil Mubarok, dihukum 6 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 350 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama empat tahun kepada terdakwa Muhammad Basuki dan pencabutan hak politik selama tiga tahun kepada terdakwa Kabil Mubarok. Pencabutan hak politik itu dihitung setelah mereka menjalani pidana pokok.
Dua anggota staf Komisi B DPRD Jatim, yakni Santoso dan Rahman Agung, masing-masing mendapat hukuman 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta, subsider 3 bulan, dan uang pengganti Rp 15 juta.
Adapun mantan Kepala Dinas Pertanian Bambang Heryanto dihukum 16 bulan penjara (1 tahun 4 bulan). Sementara Kepala Dinas Peternakan Rochayati divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.