Mantan Kadis Perkebunan Jatim Dituntut 1,5 Tahun Penjara
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Mantan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jatim Muhammad Syamsul Arifin dituntut pidana setahun enam bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan memberikan komitmen triwulanan kepada Komisi B DPRD Jatim Rp 140 juta dengan tujuan tidak mempersulit laporan pertanggungjawaban dinas.
Tuntutan itu disampaikan jaksa KPK dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin (5/11/2018). Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Rochmad.
“Terdakwa dianggap terbukti pada dakwaan primer Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 KUHP,” ujar Jaksa KPK Muhammad Wiraksajaya.
Dalam pertimbangan yuridisnya jaksa KPK mengatakan tuntutan didasarkan pada pembuktian dakwaan yang dilakukan berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan. Fakta itu disampaikan dalam bentuk pembuktian transaksi pemberian uang, surat atau dokumen, dan keterangan dari 21 saksi yang dihadirkan.
Pada sidang pembacaan dakwaan, jaksa KPK mendakwa terdakwa Syamsul Arifin dua dakwaan yakni Pasal 5 dan Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 KUHP.
Namun berdasarkan fakta persidangan dakwaan yang paling tepat untuk dibuktikan adalah dakwaan pertama. M Syamsul Arifin menjabat Kadis Perkebunan Provinsi Jatim sejak 2010. Dinas Perkebunan bermitra dengan Komisi B DPRD Jatim.
Pada 2017, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Muhammad Kabil Mubarak mendatangi terdakwa dan meminta uang komitmen triwulanan tahun 2017. Total nilai komitmen Dinas Perkebunan Jatim selama setahun 350 juta yang dibayarkan per triwulan.
Adapun uang ini merupakan permintaan Komisi B kepada dinas dengan kompensasi akan mempermudah pengawasan kinerja. Seperti diketahui, DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap eksekutif.
Saat itu terdakwa Syamsul menyatakan keberatan karena anggaran dinasnya kecil. Namun karena terus didesak, dia akhirnya menyanggupi karena tidak ingin laporan pertanggungjawaban kinerja dinasnya dipersulit.
Jatah komitmen triwulanan itu direalisasikan pada tahap pertama sebesar Rp 40 juta dan diterima oleh Kabil. Selanjutnya uang komitmen kedua direalisasikan Rp 100 juta dan diterima oleh Ketua Komisi B Muhammad Basuki lewat stafnya Rahmad Agung.
Uang dari Kabil dan Basuki dikumpulkan ke Bendahara Komisi B Atika Banowati sebesar Rp 140 juta didistribusikan ke seluruh anggota komisi B DPRD Jatim yang berjumlah 19 orang.
Kebiasaan pemberian komitmen triwulanan itu telah berlangsung sejak DPRD periode sebelumnya sebagai kompensasi agar tidak melakukan evaluasi dan pengawasan dengan sungguh-sungguh atau mempersulit kinerja Dinas Perkebunan.
Syamsul mengajukan diri sebagai terdakwa yang bekerjasama dengan penegak hukum atau justice collaborator. Dengan alasan mengakui perbuatannya, bersikap sopan, dan memberikan keterangan dalam proses peradilan. Namun permohonan sebagai JC itu tidak dikabulkan karena menurut jaksa terdakwa merupakan pelaku utama sebagai pemberi suap.
Menanggapi dakwaan jaksa KPK terdakwa Syamsul menyatakan akan mengajukan nota pembelaan. Pernyataan itu disampaikan terdakwa kepada majelis hakim.