PALEMBANG, KOMPAS — Mulai Kamis, 8 November 2018, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melarang angkutan batubara menggunakan jalan umum. Hal ini dilakukan untuk menegakkan kembali Peraturan Daerah Sumatera Selatan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Angkutan batubara diwajibkan menggunakan jalur khusus yang baru selesai dibuat, selain menggunakan angkutan kereta api.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumatera Selatan Robert Heri, Selasa (6/11/2018), mengatakan, selama ini pengaturan batubara menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub) Sumsel No 23/2012 tentang Tata Cara Pengangkutan Batubara Melalui Jalan Umum. Namun, dengan dicabutnya pergub itu, aturan pengangkutan batubara dikembalikan lagi ke Perda No 5/2011.
Robert mengatakan, dalam jangka waktu enam tahun, Perda Provinsi Sumatera Selatan No 5/2011 tidak bisa diterapkan lantaran infrastruktur yang belum selesai. ”Sekarang semua infrastruktur, seperti jalur khusus dan angkutan kereta batubara, sudah selesai. Dengan demikian, aturan sudah bisa dijalankan,” ucapnya.
Robert menerangkan, untuk jalur angkutan khusus sudah dibangun sepanjang 136 kilometer dari Lahat menuju ke lima pelabuhan yang ada di Muara Lematang di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir dan dua pelabuhan di Kertapati dan Gandus Palembang. ”Angkutan batubara yang nekat menggunakan jalur umum produknya tidak bisa di proses di pelabuhan,” katanya.
Robert menerangkan dari 42,5 juta ton total produksi batubara di Sumatera Selatan tahun 2017, sekitar 90 persen sudah menggunakan angkutan kereta api dan jalur khusus. Hanya 10 persen yang masih menggunakan jalan umum. ”Dengan jalur angkutan khusus ini diharapkan semua proses distribusi batubara di Sumsel dapat diawasi,” ucap Robert.
Dengan aturan ini, lanjut Robert, diharapkan tidak ada lagi batubara yang keluar dari Sumsel secara ilegal. Dengan demikian, dapat menekan keberadaan pertambangan ilegal yang masih ada. Aturan ini juga diharapkan dapat menambah pendapatan daerah.
Robert optimistis aturan ini dapat diterapkan dengan baik lantaran sudah ada beberapa daerah yang menerapkan lebih dulu, terutama di Musi Banyuasin, Banyuasin, dan di Musi Rawas Utara. ”Walau jumlah yang diangkut sedikit, kebijakan ini terbukti bisa dilakukan di tiga daerah itu,” kata Robert.
Saat ini, kereta api dapat mengangkut sekitar 36 juta ton-37 juta ton batubara per tahun, sedangkan jalur khusus diharapkan dapat digunakan untuk mengangkut 15 juta ton batubara per tahun. ”Daya angkut kereta dan jalan tentu akan dikembangkan sesuai kebutuhan,” kata Robert. Dengan cara ini, batubara di Sumsel diharapkan dapat memberikan dampak bagi daerah dan masyarakat sekitar.
Adapun produksi batubara di Sumsel tahun 2018 ditargetkan dapat mencapai 50 juta ton. Sementara 137 izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di Sumsel sudah berstatus clean and clear.
Kepala Dinas Perhubungan Sumsel Nelson Firdaus menerangkan, penerapan kembali Perda No 5/2011 akan menjadi acuan pengawasan angkutan batubara. Karena itu, pihaknya akan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menindak angkutan yang melanggar. ”Bagi yang tetap menggunakan jalan umum akan ditilang,” ujarnya menegaskan.