JAYAPURA, KOMPAS - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Papua menyatakan, ada tiga kabupaten di Provinsi Papua yang rawan aksi kekerasan terhadap pekerja kemanusiaan, terutama guru dan tenaga kesehatan. Komnas HAM meminta semua pihak memberi perlindungan bagi pekerja kemanusiaan.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Sekretariat Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey, saat dihubungi dari Jayapura, Senin (5/11/2018), tiga kabupaten itu adalah Puncak Jaya, Mimika, dan Nduga.
Frits mengatakan, pihaknya mendapat sejumlah laporan terkait aksi kekerasan dan intimidasi terhadap tenaga pengajar dan paramedis di sana. Biasanya, yang berada di balik aksi tersebut adalah kelompok kriminal bersenjata (KKB).
”Di tiga daerah itu, rawan terjadi pelanggaran HAM terhadap guru dan tenaga kesehatan. Padahal, mereka adalah pekerja kemanusiaan yang berperan penting bagi masyarakat,” katanya.
Ia menyatakan, perlindungan terhadap guru dan tenaga kesehatan di daerah rawan konflik di Papua bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan. Pemerintah daerah juga harus berperan untuk mengajak KKB menghentikan aksi teror terhadap pekerja kemanusiaan.
”Aparat keamanan telah berupaya maksimal melindungi guru dan tenaga kesehatan. Namun, mereka tak bisa menjangkau seluruh wilayah yang sangat luas karena keterbatasan jumlah anggota,” ujar Frits.
Ia mengimbau para pemimpin KKB agar tidak menjadikan guru dan tenaga kesehatan sebagai sasaran aksi teror. ”Guru dan tenaga kesehatan telah membantu masyarakat Papua. Tolong jangan lukai mereka,” katanya.
Berdasarkan data Kepolisian Daerah Papua, sejumlah kasus kekerasan menimpa guru dan tenaga kesehatan di tiga daerah itu sejak 2016. Pertama, kasus penembakan Yuni Yesra, guru SD Negeri Kulirik di Puncak Jaya, 12 September 2016. Yuni tewas terkena tembakan di kepala.
Selanjutnya, ada kasus penyanderaan yang dilakukan KKB terhadap 18 guru di Kampung Aroanop, Distrik Tembagapura, Mimika, 13 April 2018. Pasukan TNI Angkatan Darat berhasil membebaskan para sandera pada 19 April 2018.
Terakhir, kasus intimidasi dan penyanderaan terhadap 15 guru dan paramedis di Distrik Mapenduma, Nduga, 3-17 Oktober 2018. Salah satu korban mengalami pelecehan seksual.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, sejak peristiwa tersebut hingga saat ini, aktivitas pendidikan dan kesehatan di Mapenduma masih terhenti.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua, hingga kini, cakupan imunisasi campak dan rubela di Nduga dan Puncak Jaya masih di bawah 30 persen. Salah satu penyebabnya adalah kondisi keamanan yang tidak kondusif.
”Tugas Polri melindungi seluruh masyarakat di Papua. Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum tanpa henti terhadap KKB,” kata Ahmad. (FLO)