Setelah 12 Tahun, Korban Salah Tembak Terima Ganti Rugi Rp 300 Juta
Oleh
Ismail Zakaria
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kepolisian Republik Indonesia melalui Kepolisian Daerah Sumatera Barat akhirnya membayar uang ganti rugi sebesar Rp 300 juta kepada korban salah tembak, Iwan Mulyadi (30), warga Kinali, Kabupaten Pasaman Barat. Iwan yang mengalami lumpuh permanen akibat penembakan itu, bersama keluarga, serta berbagai pihak lain termasuk kuasa hukum, telah memperjuangkan haknya sejak tahun 2006.
Wengki Purwanto, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sumatera Barat yang juga kuasa hukum Iwan Mulyadi, mengatakan, uang ganti rugi itu diserahkan langsung oleh Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar Inspektur Jenderal Fakhrizal kepada Iwan di markas Polda Sumbar, Selasa (6/11/2018) sekitar pukul 09.00.
Selain Kapolda, Iwan, orangtua, dan kuasa hukum, turut hadir dalam pertemuan itu Kepala Bidang Hukum Polda Sumbar Komisaris Besar Nina Febri Linda dan Kepala Kepolisian Resor Pasaman Barat Ajun Komisaris Besar Iman Pribadi Santoso.
”Kami tentu bersyukur karena perjuangan Iwan bersama kawan-kawan, tidak hanya PBHI, tetapi juga jaringan termasuk media, publik, dan yang lainnya, akhirnya berhasil. Iwan sudah membuktikan bahwa, meski telah diatur dalam undang-undang, persamaan hak di hadapan hukum, kepastian hukum, dan keadilan itu mesti direbut dan diperjuangkan karena tidak mudah mendapatkannya,” kata Wengki.
Iwan sudah membuktikan bahwa, meski telah diatur dalam undang-undang, persamaan hak di hadapan hukum, kepastian hukum, dan keadilan itu mesti direbut dan diperjuangkan karena tidak mudah mendapatkannya.
Dihubungi secara terpisah, Nina Febri Linda membenarkan bahwa Iwan telah menerima uang ganti rugi sebesar Rp 300 juta yang diserahkan langsung Kapolda Sumbar. ”Masalah Iwan sudah lama. Sudah ada putusan peninjauan kembali, Polri memang harus memberikan ganti rugi. Karena menyangkut anggaran dan segala macam, tidak bisa langsung diberikan. Tetapi, kemarin, Kapolda berkenan untuk bertemu dengan Iwan dan dilakukan Selasa pagi tadi,” kata Nina.
Menurut Nina, dalam kesempatan itu, atas nama instansi kepolisian, Kapolda Sumbar menyampaikan permohonan maaf kepada Iwan dan keluarganya karena terlalu lama membayar ganti rugi tersebut. Itu juga tidak terlepas dari adanya proses hukum, seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
”Kapolda berharap ini menjadi pelajaran bagi semua anggotanya agar berhati-hati saat bertindak. Dalam kesempatan itu, dia juga berpesan agar Polres Pasaman Barat dan Polsek Kinali memberikan perhatian khusus kepada Iwan,” kata Nina.
Ayah Iwan, Nazar (55), menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu perjuangan anaknya. Menurut Nazar, uang ganti rugi itu rencananya akan digunakan untuk membeli kebun yang dulu mereka jual untuk biaya pengobatan Iwan.
Iwan yang lain
Kasus yang menimpa Iwan berawal dari kejadian salah tembak yang dilakukan salah satu anggota Polsek Kinali pada 2006, yakni Brigadir Satu Nofrizal. Menurut Wengki, kejadian itu bermula ketika Polsek Kinali mendapat laporan warga terkait perusakan rumah oleh seseorang bernama Iwan. Sayangnya, Nofrizal menyangka Iwan yang dimaksud adalah Iwan Mulyadi.
”Iwan tengah berada di pondok di kebun nilam ketika Nofrizal mendatanginya. Nofrizal datang sambil mengapit Aken, teman Iwan yang berpapasan dengannya saat perjalanan mencari Iwan, dengan satu tangan. Sementara tangan lainnya membawa pistol. Ketika Iwan hendak turun dari pondok, senjata di tangan Nofrizal meletus,” kata Wengki.
Menurut Wengki, akibat tembakan itu, syaraf tulang belakang Iwan putus. Dokter kemudian memvonis Iwan lumpuh permanen dari pinggang ke bawah. ”Kasus penembakan terhadap Iwan diproses secara hukum dan Briptu Nofrizal divonis bersalah dengan pidana penjara 1,5 tahun,” kata Wengki.
Pada 2007, PBHI yang mendampingi Iwan berinisiatif untuk menggugat secara perdata kasus tersebut. Hal itu karena, selain Iwan lumpuh karena penembakan, tanggung jawab pihak kepolisian ke Iwan tidak ada. Sementara Iwan membutuhkan biaya untuk pengobatan sehingga orangtuanya terpaksa menjual ladang.
”Kami merasa harus ada yang bertanggung jawab sehingga kami menggugat secara materil dan immateril, yakni Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden, Kapolri, Kapolda, Kapolres, dan Kapolsek sebagai tergugat satu, serta Briptu Nofrizal sebagai tergugat dua,” kata Wengki.
Pengadilan Negeri Pasaman Barat mengabulkan gugatan Iwan. Pengadilan menyatakan Briptu Nofrizal dinilai telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Oleh karena itu, tergugat satu dihukum membayar ganti rugi karena perbuatan anggotanya sebesar Rp 300 juta.
Hingga PK
”Pascaputusan itu, tergugat satu mengajukan banding pada 2008, tetapi Pengadilan Tinggi Padang justru menguatkan putusan PN Pasaman Barat. Setelah itu, tergugat satu mengajukan Kasasi pada 2010, tetapi ditolak pada 2011,” kata Wengki.
Menurut Wengki, seharusnya, setelah kasasi ditolak dan ada putusan hukum, tergugat satu membayar ganti rugi. Akan tetapi, pembayaran ganti rugi tetap tidak dilakukan sehingga pengadilan melayangkan tiga kali teguran dari 2013-2015.
”Pada 2015, tergugat justru mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan itu. Namun, Mahkamah Agung menolaknya. Sayangnya, meski tidak ada lagi celah untuk tidak melaksanakan putusan, pada 2017 tergugat satu justru menyarankan kami mengajukan permohonan ke Menteri Keuangan. Namun, pihak Kementerian Keuangan justru menyatakan bahwa ganti rugi itu merupakan kewajiban kepolisian,” kata Wengki.
Kementerian Keuangan justru menyatakan bahwa ganti rugi itu merupakan kewajiban kepolisian.
Setelah sederet upaya, akhirnya muncul kabar baik bahwa ganti rugi bisa diberikan melalui dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Anggaran 2018. Hanya saja, kemungkinan baru terealisasi pada akhir Desember 2018.
”Oleh karena itu, kami sangat mengapresiasi sikap Kapolda Sumbar yang mau menemui Iwan secara langsung serta tunduk kepada putusan pengadilan untuk melaksanakan tanggung jawab institusinya membayar ganti rugi,” kata Wengki.