MATARAM, KOMPAS — Tim Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat menyita 308 burung tanpa dokumen resmi yang diangkut dari Pulau Jawa untuk kemudian dipasarkan di Lombok. Satwa-satwa itu kini masih diidentifikasi, sementara pelaku akan diproses secara hukum.
”Saya tidak tahu kenapa, lewat Jawa Timur lolos, lewat Bali juga lolos. Namun, alhamdulillah, petugas di NTB bisa menggagalkan pengiriman burung yang tanpa dokumen resmi itu,” kata Lugi Hartanto, Kepala Sub-Bagian Tata Usaha Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB, Rabu (7/11/2018) di Mataram.
Menurut Ivan Juhandra dari Humas BKSDA NTB, tim menyita burung-burung tersebut pada Selasa (6/11/2018) pukul 02.47 Wita di simpang lima Batu Goleng, Desa Gerung, Lombok Barat. Sebanyak 308 burung dimasukkan ke 21 keranjang dan diselipkan di dalam tumpukan muatan sayur yang diangkut truk dengan nomor polisi DK 9454 KL dari Pelabuhan Padang Bai, Bali, ke Pelabuhan Lembar, Lombok Barat.
Penyitaan ratusan satwa itu merupakan tindak lanjut informasi dari masyarakat, kemudian BKSDA Lembar meresponsnya. Petugas memberhentikan truk dan satu bus penumpang untuk dilakukan pemeriksaan.
Dari pemeriksaan angkutan barang itu, ditemukan 21 keranjang berisi berbagai jenis burung yang tanpa diperkuat dokumen resmi. Dari hasil identifikasi, ujar Lugi, ditemukan burung poksay sumatera (33 ekor) yang dilindungi undang-undang, jalak suren (6 ekor), burung parkit (100 ekor), jalak kebo (120 ekor), jalak nias (15 ekor), burung puyuh (30 ekor), dan burung kacer (4 ekor).
Burung yang disita itu umumnya diangkut dari wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan bukan jenis burung yang dilindungi undang-undang, tetapi diincar penggemar burung. Satwa sitaan itu, seperti burung parkit dan puyuh, akan dititipkan dan dilepasliarkan di kawasan Konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak, Lombok Tengah.
Adanya perdagangan ilegal itu karena masih adanya permintaan pasar, kata Lugi. Namun, perdagangan itu harus memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Satwa-satwa itu dimasukkan ke keranjang yang mengancam kesehatan dan keselamatannya. Oleh sebab itu, demi keselamatan ekosistem, pelaku harus diproses secara hukum. Tim sedang meminta keterangan sopir truk serta mencari tahu pemiliknya guna mendapatkan keterangan lebih rinci.
Jenis burung yang disita itu umumnya diburu penggemar. Poksay sumatera (Garrulax bicolor), misalnya, yang dikenal di mancanegara: suaranya cukup indah, warna putih di bagian kepala dan leher, bulu putih hitam di tubuh, sayap, dan ekor, serta warna hitam di mata sampai paruhnya. Harga poksay sumatera ”sudah jadi” dan ”belum jadi” di pasaran Rp 500.000-Rp 1 juta per ekor.
Adapun jalak kebo (Acridotheres javanicus) bulu pada tubuhnya hitam legam, paruh kuning gading, bisa menirukan kata yang diajarkan pemeliharanya, serta suka hinggap makan kutu dan lalat di badan kerbau. Saat berkicau, kepala burung ini mengangguk, diikuti bulu lehernya yang mengembang. Burung ini suka hingga di badan kerbau. Harga jalak kebo yang sudah ”bisa bunyi” Rp 800.000 per ekor, sedangkan yang ”belum bisa bunyi” seharga Rp 200.000 per ekor di pasaran.