MEDAN, KOMPAS — Perpustakaan digital merupakan solusi untuk memberikan bahan bacaan yang lebih banyak kepada publik dengan akses yang mudah dan efisien. Perpustakaan digital juga bisa menjadi jalan keluar mengatasi mahal dan sulitnya mendapat bahan bacaan di daerah. Pemerintah diminta membangun peta jalan pengembangan perpustakaan digital sampai ke daerah-daerah.
“Tidak (sepenuhnya) benar budaya baca Bangsa Indonesia rendah. Yang benar adalah tidak ada atau cukup sulit mendapat bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan kita,” kata Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Muhammad Syarif Bando saat menjadi pembicara kunci dalam Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia ke-11, di Medan, Sumatera Utara, Selasa (6/11/2018).
Konferensi bertema "Mobilisasi Pengetahuan Melalui Perpustakaan Digital di Era Disruptif" itu dihadiri Rektor Universitas Sumatera Utara Runtung Sitepu, Ketua Forum Perpustakaan Digital Indonesia Zainal Hasibuan, Kepala Perpustakaan USU Jonner Hasugian, Staf Ahli Gubernur Sumut Elisa Marbun, dan para pustakawan dari sejumlah perpustakaan di Indonesia.
Menurut Syarif, tanpa mengembangkan perpustakaan digital, perpustakaan yang ada di Indonesia, khususnya perpustakan perguruan tinggi, menjadi barang langka yang sangat eksklusif. Perpustakaan hanya diakses orang-orang yang akan menyelesaikan gelar akademik, tanpa bisa dinikmati publik yang lebih luas.
Infrastruktur
Syarif mengatakan, sudah saatnya perpustakaan menjadi bagian penting untuk menjadi sumber ilmu pengetahuan terbuka bagi publik. Sejalan dengan pembangunan infrastruktur teknologi informasi yang berkembang hingga ke seluruh pelosok negeri, perpustakaan digital seharusnya semakin mudah menjangkau masyarakat.
“Sudah saatnya kita membangun infrastruktur ilmu pengetahuan. Selama gubernur, bupati, dan wali kota hanya berpikir membangun jalan dan jembatan, kita tidak akan pernah bisa membangun sumber daya manusia Indonesia,” kata Syarif.
Syarif mengatakan, perpustakaan digital ke depan tidak lagi berbicara berapa jumlah anggota perpustakaan dan berapa pengunjungnya. Namun, akses apa saja yang diberikan perpustakaan kepada masyarakat dan berapa artikel yang bisa diunduh masyarakat.
Runtung Sitepu mengatakan, pengembangan perpustakaan digital merupakan jalan yang harus ditempuh perguruan tinggi dalam menghadapi era industri 4.0. USU pun terus mengembangkan perpustakaan digitalnya khususnya dengan memperbanyak koleksi buku elektronik dan langganan jurnal elektronik.
Menurut Jonner Hasugian, perpustakaan digital membuat semakin banyak publik yang bisa mengakses perpustakaan perguruan tinggi. Saat hanya mengembangkan perpustakaan koleksi cetak dengan koleksi buku sekitar 635.000 eksemplar, Perpustakaan USU dikunjungi 1,2 juta pembaca per tahun dengan transaksi buku sekitar satu juta eksemplar per tahun. “Kini, Perpustakaan Digital USU dikunjungi lebih dari 32 juta pembaca per tahun,” kata Jonner.
Jonner mengatkaan, salah satu tantangan mengembangkan perpustakaan digital adalah lambatnya penerbit dalam negeri bertranformasi untuk memproduksi buku elektronik. Sebagian besar koleksi elektronik di perpustakaan digital merupakan langganan jurnal.
Elisa Marbun mengatakan, perpustakaan digital bisa menjadi salah satu solusi minimnya ketersediaan bacaan di daerah-daerah terpencil. Namun, menurut Elisa, belum ada pemerintah kabupaten dan kota yang mengembangkan perpustakaan digital dengan serius.