MAKASSAR, KOMPAS — Hingga Rabu (7/11/2018) pagi, warga Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, masih bertahan di luar rumah. Mereka khawatir beraktivitas di dalam rumah setelah gempa dengan magnitudo 5,2 pada kedalaman 10 kilometer terjadi pada Selasa pukul 02.35 Wita. Gempa susulan terus terjadi hingga pagi tadi.
Informasi yang diperoleh dari Mamasa menyebutkan warga memilih tidur di tenda-tenda pengungsian di lapangan ataupun di jalan-jalan di depan rumah. Gempa pada Selasa dirasakan cukup kuat getarannya sehingga warga khawatir. Banyak pula rumah yang retak dan rusak.
”Sejak gempa Selasa subuh, saya dan keluarga tidur di depan rumah. Kami pasang tenda. Banyak warga dari kecamatan lain yang lebih parah kondisinya datang ke sini dan ke ibu kota kecamatan,” kata Yuliani Dundu, warga Kecamatan Tanduk Kalua, 16 kilometer dari ibu kota Kabupaten Mamasa.
Berdasarkan data Balai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah IV Makassar, gempa dengan magnitudo 3-5 terjadi sejak Sabtu (3/11/2018). Sejak saat itu, gempa terus terjadi hingga yang cukup besar pada Selasa kemarin.
Gempa pada Selasa subuh sempat dirilis bermagnitudo 5,5, tapi kemudian dimutakhirkan menjadi 5,2. Dalam sepekan ini setidaknya sudah terjadi 89 kali gempa. Khusus sepanjang Selasa hingga Rabu pagi, setidaknya telah terjadi 69 kali gempa.
Joharman, Pelaksana Tugas Kepala Balai BMKG Wilayah IV Makassar, mengemukakan, gempa tektonik yang terjadi di wilayah Mamasa disebabkan pergerakan sesar Saddang.
”Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, tampak bahwa gempa bumi dangkal ini terjadi akibat aktivitas sesar Saddang,” kata Joharman.
Dia melanjutkan, guncangan gempa dirasakan di Mamasa dan Mamuju, ibu kota Sulbar, sebesar II-III MMI. ”Gempa ini tidak berpotensi tsunami. Masyarakat diimbau agar tetap tenang dan terus mengikuti informasi BMKG,” ujar Joharman.