Penataan Sempadan Sungai Jadi Masalah Besar Sidoarjo
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·2 menit baca
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sidoarjo Sigit Setyawan mengatakan, wilayahnya dilalui beberapa sungai besar, seperti Sungai Porong, Sungai Kedung Larangan, dan Sungai Ketapang, serta sejumlah saluran pembuangan air (afvoer), yakni Afvoer Buntung, Afvoer Sidokare, Afvoer Wilayut, dan Afvoer Buduran.
”Kondisi sungai ataupun afvoer yang ada di Sidoarjo ini mayoritas mengalami pendangkalan akibat sedimentasi yang terjadi secara alami dan diperparah oleh ulah manusia, seperti pembuangan sampah secara masif ke sungai,” ujar Sigit, Kamis (8/11/2018).
Untuk mengatasi sedimentasi, harus dilakukan pengerukan dasar sungai dengan menggunakan alat berat. Namun, pekerjaan itu tidak mudah karena akses untuk alat berat tidak ada. Penyebabnya, sepanjang alur sungai dipenuhi bangunan milik masyarakat. Untuk membawa alat berat, harus membongkar satu atau dua bangunan.
Pembongkaran ini tidak mudah dilakukan karena mendapat perlawanan dari masyarakat. Bahkan, untuk menentukan garis sempadan sungai sulit karena menyangkut masalah kepemilikan lahan. Permasalah semakin pelik karena sungai di Sidoarjo kebanyakan tidak berada di bawah pengelolaan pemerintah daerah, tetapi Balai Besar Wilayah Sungai Brantas.
Sigit berharap pengelola sungai tegas dalam menentukan garis sempadan karena penting untuk pemulihan ekosistem sungai dan penanganan bencana lingkungan. Perlu regulasi agar pemanfaatan sempadan sungai lebih maksimal dan tidak memicu konflik di masyarakat.
Bupati Sidoarjo Saiful Illah mengatakan, pihaknya tidak keberatan mengurus relokasi warga dan telah menyiapkan tempat apabila diperlukan. Contohnya menyiapkan sekitar 30 unit rumah susun sewa untuk relokasi warga di bantaran Kali Buntung.
”Tentu tidak semua ditampung di rusunawa karena tidak akan cukup. Bagi warga yang memang bukan pemilik lahan di sempadan sungai atau bukan penyewa tentu harus disosialisasi agar mereka membongkar bangunannya dengan kesadaran sendiri,” ujar Saiful.
Berkaca pada penertiban sempadan Sungai Wonokromo di Kota Surabaya, prosesnya memerlukan waktu panjang, bahkan hingga setahun. Sidoarjo sebaiknya mencontoh penertiban sungai di Kota Surabaya agar tidak memicu konflik dengan masyarakat dan upaya pengendalian banjir lebih maksimal.