Rasa Minder Penderita ”Psoriasis” Cenderung Lebih Parah
Oleh
DODY WISNU PRIBADI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Meski tidak mengancam jiwa, penyakit kulit psoriasis berupa penebalan bagian kulit lalu tampak memutih seperti lilin bisa menimbulkan pengurangan kualitas hidup pada penderitanya. Ketidaknyamanan pada penderita bisa mengakibatkan gejala paling ringan minder tetapi bisa menimbulkan depresi karena penyakit memengaruhi penampilan dan berpotensi menimbulkan kegagalan kehidupan yang lain, seperti pergaulan, hingga hubungan berbeda jenis.
Penatalaksanaan psoriasis dewasa ini dilakukan dengan tinjauan pada indeks kualitas hidupnya yang disebut dermatology life quality index (DLQI) atau indeks kualitas hidup dari sudut pandang penyakit kulit.
Demikian mengemuka pada sosialisasi psoriasis yang dilaksanakan Perhimpunan Dokter Penyakit Kulit dan Kelamin (Perdoski) yang berlangsung di Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (9/11/2018).
Afif Nurul Hidayati, dokter yang bertindak sebagai pembicara di depan komunitas penderita psoriasis, mengatakan, penting bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) agar mewaspadai psoriasis karena dalam banyak kasus penyakit ini diidentifikasi sebagai alergi.
Pengobatan alergi kemudian malah menjadikan psoriasis lebih parah. ”Namun kini juga telah ada sosialisasi yang cukup pada sejawat dokter di FKTP untuk memahami psoriasis tidak dengan pendekatan alergi,” kata Ketua Perdoski Pusat Yulianto Listiawan.
Psoriasis dapat dijumpai di seluruh belahan dunia dengan insidensi yang berbeda. Di beberapa negara didapatkan tren penyakit yang meningkat. Jumlah insidensi psoriasis tertinggi di Eropa ditemukan di Denmark (2,9 persen) dan Kepulauan Faroe (2,8 persen). Amerika Serikat memiliki jumlah prevalensi yang serupa, yaitu dengan rentang 2,2-2,6 persen atau sekitar 7,5 juta penduduk. Afrika timur memiliki jumlah prevalensi yang lebih kecil, yaitu sekitar 1,3 persen.
Di Indonesia, terdapat 198 kasus psoriasis (0,97 persen) di RSUP Dr Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, selama rentang waktu lima tahun (2003-2007). Sementara pada sebuah penelitian di RSUD Dr Soetomo, Surabaya, didapatkan adanya 21 pasien psoriasis pustulosa generalisata dari pengamatan selama 11 tahun (1 Januari 2001-31 Desember 2011).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyatakan bahwa psoriasis merupakan suatu masalah global yang memengaruhi setidaknya 100 juta individu di seluruh dunia karena tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan psikologi.
Psoriasis disebabkan banyak faktor atau multifaktorial. Penyebabnya ada faktor intrinsik dan ekstrinsik yang memengaruhinya.
Faktor intrinsik yang paling berperan adalah faktor genetik dan imunologi, sedangkan faktor ekstrinsik atau lingkungan yang dapat menjadi faktor pencetus, seperti trauma fisik, stres psikologis, obat, dan infeksi. Pada penelitian, didapatkan hasil bahwa 49 persen pasien mengalami onset penyakit psoriasis saat mengalami kondisi kehidupan yang memicu stres.
Sejauh ini psoriasis tidak membahayakan jiwa. Namun, karena penyakit ini dapat mempengaruhi penampilan pasien, terutama bila kelainan kulit terjadi di wajah, tangan, kaki, atau alat kelamin, maka efek psoriasis terhadap kehidupan pasien, terutama pada aspek sosial dan emosional, menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan penyakit lain.
Selain berjuang menghadapi penyakitnya, pasien psoriasis juga menghadapi berbagai masalah psikososial yang signifikan. Rasa cemas, marah, malu, penurunan self esteem (SE) atau kepercayaan diri yang dapat membuat pasien mengisolasi diri dan tidak beraktivitas bekerja atau sekolah.
Aktivitas sosial, interaksi dengan orang lain, dapat juga terganggu karena adanya stigmatisasi perasaan khawatir mengenai pandangan orang lain terhadap kondisi kulit mereka sehingga menyebabkan depresi serta dampak yang besar pada kualitas kehidupan sehari-hari pasien. Sejumlah penelitian juga telah menunjukkan adanya dampak negatif yang signifikan akibat dari psoriasis terhadap DLQI.
Berbagai macam faktor dapat menurunkan DLQI pasien psoriasis, termasuk di antaranya kehidupan sosial, kehidupan sehari-hari, dan aktivitas seksual. Memperbaiki dan meningkatkan DLQI pasien psoriasis dapat menjadi hal yang sangat penting dalam penanganan penyakit ini, selain mengobati penyakitnya sendiri secara medis.
Adanya peningkatan kasus psoriasis dan sifat penyakit ini yang kronis dan berulang menyebabkan sebagian besar pasien psoriasis memiliki lesi (bekas luka) yang tidak hilang seumur hidupnya yang dapat menyebabkan gangguan penampilan.
Selain itu, kurangnya informasi edukasi pada masyarakat awam bahwa penyakit ini menyebabkan gangguan penampilan secara kosmetik penderitanya tetapi tidak menular. Penderita mengalami gangguan percaya diri dan depresi karena merasa kurangnya penerimaan pada lingkungannya. Begitu juga kondisi terbatasnya pilihan modalitas terapi pada fasilitas kesehatan juga dapat memengaruhi self esteem, depresi, dan kualitas hidup pasien psoriasis.