Simbok Pasar Pun Melek Digital
Di zaman serba cepat, sentuhan teknologi mesti dimanfaatkan demi efisiensi dan efektivitas pembangunan daerah. Tidak hanya mencegah kebocoran kas keuangan, tetapi juga wujud kemudahan layanan publik. Di Jawa Tengah, langkah itu sudah dan akan terus berjalan.
Di tengah hiruk pikuk Pasar Blauran I, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Senin (5/11/2018) pagi, Suyana gesit melintasi jalur sempit di sela-sela los pedagang. Petugas penarik retribusi itu berkeliling pasar menenteng alat penangkap data elektronik (EDC), serupa mesin gesek kartu kredit atau debit.
Di depan salah satu los, langkah Suyana berhenti. Maksud kedatangannya sudah dipahami pedagang. Kartu e-retribusi (retribusi elektronik) pelayanan pasar milik pedagang ditempelkannya ke mesin. Transaksi sukses, setruk bukti pembayaran pun tercetak dan diserahkan ke pedagang. Suyana bergegas pergi.
”Tak mudah membiasakan pedagang pasar tradisional beralih ke e-retribusi, terutama yang sudah tua. Sebab, merasa berat mengisi saldo langsung sebulan. Sebelumnya, mereka biasa bayar harian. Padahal, sebenarnya sama saja,” ujar Suyana.
Sejak Februari 2018, Pasar Blauran I dan Pasar Salatiga menjadi proyek percontohan penerapan e-retribusi pelayanan pasar di kota itu. Sistem itu digagas Bank Jateng sebagai bagian inovasi layanan publik pemerintahan. Dengan itu, potensi kebocoran retribusi ditekan. Laporan dari setiap transaksi cepat dan akurat.
Hanya saja, perubahan kebiasaan pembayaran dari sistem lama ke elektronik memang tak mudah. Suyana mencontohkan, pedagang dengan banyak los biasanya sulit ditagih. Sebab, utang pedagang secara otomatis terakumulasi di sistem. Merasa berat, akhirnya berutang, lalu menunggak. Beberapa di antara mereka sempat mendapat surat teguran Dinas Perdagangan.
Meski begitu, Suyana tetap semangat. Sebab, tak sedikit juga pedagang yang patuh membayar. Setiap pedagang akan ditagih tiga hari sekali olehnya dengan jumlah tagihan yang otomatis menyesuaikan.
Di Pasar Blauran I, tarif retribusi yang dibayarkan Rp 690 per hari untuk los, Rp 3.360 per hari untuk kios, dan Rp 5.600 per hari untuk ruko. Sebanyak 764 pedagang dapat mengisi ulang kartu di kantor unit pelaksana teknis daerah (UPTD) karena ada petugas Bank Jateng yang datang tiga hari dalam sebulan.
Puji Rahayu (48), pedagang di Pasar Blauran I, mengatakan, ia tak terlalu kesulitan dengan sistem e-retribusi. Bahkan, cenderung memudahkan karena praktis, tanpa perlu uang tunai. Kuncinya, pedagang jangan sampai lupa mengisi ulang kartu.
Namun, Surat, pedagang tahu, belum terbiasa dengan sistem itu. ”Sudah biasa pakai karcis. Sebelumnya, kalau libur berdagang tak ditagih, tetapi sekarang dagang atau tidak tetap ada tagihan. Belum terbiasa saja,” ujarnya.
Tepat sasaran
Kepala Bidang Pasar Dinas Perdagangan Kota Salatiga Dian Khorina mengatakan, tarif yang ditarik antara e-retribusi dan cara konvensional sebenarnya sama. Namun, dengan sistem baru, akurasi nominal pendapatan pasar lebih tepat.
”Dengan cara konvensional, kemungkinan bocor itu ada. Selain itu, misalnya, tagihan Rp 1.260, tentu tidak ada uang tunai Rp 60. Jadi, dibulatkan Rp 1.500 misalnya. Dengan e-retribusi, lebih tertib. Jumlah yang ditarik persis sesuai tagihan,” ujar Dian.
Pihaknya berkoordinasi dengan Bank Jateng untuk mengatasi sejumlah kendala. Sebab, para pedagang enggan repot antre di bank yang memakan waktu berjualan. Karena itu, kemudahan diberikan untuk isi ulang kartu.
Selain kehadiran petugas Bank Jateng ke UPTD di pasar, mobil kas keliling juga menyambangi Pasar Pagi Salatiga pada Senin pekan pertama setiap bulan. ”Di Pasar Pagi, pengisian kartu lebih tertib karena dilakukan kolektif oleh setiap kelompok di paguyuban. Jadi, melalui ketua kelompok mereka,” kata Dian.
Ia menyadari, butuh waktu membiasakan pedagang menggunakan sistem e-retribusi. Sosialisasi gencar dilakukan, termasuk membagikan suvenir bagi pedagang yang mengisi ulang kartu. Pada 2019, ditargetkan 17 pasar di Salatiga menerapkan sistem itu.
Selain retribusi pasar, optimalisasi pendapatan daerah lain di Jateng dengan penerapan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan berbasis digital (e-PBB), salah satunya di Kabupaten Pemalang. Mulai April 2018, Pemkab Pemalang, bekerja sama dengan Bank Jateng, memberlakukan e-PBB demi meningkatkan sistem pengendalian internal.
Kepala Subbidang Pelaporan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Pemalang Bambang Eka Riyanto mengatakan, selama ini rantai pembayaran PBB terlalu panjang. Dari kelompok masyarakat tingkat terkecil, kepala dusun, petugas desa, kecamatan, baru disetor ke bank.
”Kami mencoba memangkas itu. Kini, petugas pemungut di tingkat desa bisa langsung membayarkannya ke bank karena diberi ID Billing,” kata Bambang.
Jika sudah dibayarkan, pemungut PBB bisa mengambil bukti pembayaran ke Bapenda. Ke depan, bukti pembayaran PBB dapat diambil di kecamatan. Secara berangsur, masyarakat diharap membayar mandiri lewat bank.
Saat ini, di Pemalang, dari 11 pajak daerah, sudah dua jenis yang memanfaatkan sistem daring. Selain e-PBB, ada pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). ”Sisanya sudah mulai memasuki tahapan uji coba dan dilakukan pelatihan bagi petugas dan wajib pajak,” ucap Bambang.
Optimalisasi pendapatan
Selain memangkas rantai keuangan, kata Bambang, sistem daring mengoptimalkan pencapaian pendapatan. Untuk PBB, Pemkab Pemalang menetapkan target Rp 16,25 miliar pada 2018. Tahun sebelumnya Rp 13,5 miliar. Hingga triwulan III-2018, pencapaiannya sesuai target.
Direktur Bisnis Ritel dan Unit Usaha Syariah Bank Jateng Hanawijaya mengatakan, inovasi cash management system (CMS) sebagai bagian layanan digital merupakan tuntutan yang tak bisa dihindari. Untuk mendukung pengembangan layanan digital, tahun ini Bank Jateng menganggarkan Rp 150 miliar untuk pengembangan infrastruktur teknologi informasi (TI).
Pentingnya investasi di bidang TI agar konektivitas layanan dengan pihak ketiga jadi lebih mudah. Saat ini pembayaran seperti STNK dan PBB sudah dilakukan secara daring.
”Selain retribusi pasar dan PBB, kami juga kembangkan sistem pembayaran parkir elektronik di gedung-gedung pemda dan pembayaran karcis masuk tempat wisata dengan tapping kartu,” ujarnya.
Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno mengatakan, digitalisasi mempercepat dan mempermudah proses keuangan. Saat ini 40 persen aktivitas perbankan di Bank Jateng memanfaatkan sistem digital. Namun, tak hanya infrastruktur, peningkatan sumber daya manusia juga vital.
Bagi perbankan, digitalisasi meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keamanan jasa keuangan. Sementara, bagi pemerintah daerah, bakal meningkatkan efektivitas pembangunan dan citra transformasi para pamong praja. (Aditya Putra Perdana/Gregorius M Finesso)