BANDUNG, KOMPAS - Terkait dengan teknologi, pola kerja masyarakat di dunia kini telah berubah secara drastis akibat perubahan besar yang mengakibatkan gangguan baru atau dikenal dengan disrupsi. Saat ini pola itu mengarah pada disrupsi keempat, yang mendorong revolusi industri 4.0, yang dipicu kemajuan teknologi dan kehadiran internet gelombang ketiga atau era internet of things.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan hal itu dalam orasi ilmiahnya pada Sidang Terbuka Senat Universitas Pasundan (Unpas) dalam rangka Dies Natalis Unpas ke-58, dan Wisuda Gelombang I Unpas Tahun Akademik 2018-2019 di Gedung Sasana Budaya Ganesa Institut Teknologi Bandung, Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/11/2018).
Agus juga menambahkan, pada satu sisi, teknologi telah menggeser aktivitas-aktivitas manusia yang awalnya dilakukan di dunia nyata ke dunia maya, sehingga membentuk efisiensi di tengah masyarakat karena tak ada lagi kendala jarak dan waktu. Semua menjadi serba efisien, cepat, dan murah.
“Namun di sisi lain, era revolusi industri 4.0 juga menyisakan paradoks. Manusia sebagai makhluk sosial justru cenderung menjadi asosial, bahkan antisosial. Bisa saja seseorang memiliki kecakapan yang tinggi dalam dunia teknologi, tapi tidak diimbagi dengan hidup bersosialisasi, lebih cenderung menyendiri, tak punya kontribusi terhadap komunitas,” kata Agus.
Agus menyampaikan orasi ilmiah bertajuk Tantangan dan Agenda Menghadapi Era Disrupsi dalam Rangka Pembangunan Kesejahteraan Sosial.
Sebagai contoh sederhana, saat ini untuk bertatap muka dengan seseorang kita kini dapat menggunakan video call, mengakses tutor secara daring (online) untuk belajar atau memperoleh informasi tentang sesuatu, atau menghubungi go-food ketika menginginkan makanan. Semua tersedia lengkap dan didapatkan dengan mudah tanpa perlu berinteraksi sosial dengan orang lain.
“Bukan hal yang mustahil ke depan kita akan sulit menemukan orang-orang bercengkrama di warung-warung kopi, berkunjung silaturahim ke rumah-rumah, atau tawar menawar di pasar. Semua terlena menyendiri di ruang-ruang pribadi. Semua terjadi atas nama efisiensi,” ucapnya.
Menurut Agus, interaksi sosial baik verbal, maupun nonverbal sangat penting tetap dibudayakan agar kepekaan dan kepedulian sosial itu tetap terjaga. Pisau yang tajam perlahan akan tumpul juga jika tidak kunjung diasah. Untuk itu di era disrupsi ini, selain pengembangan teknologi dan keterampilan, diperlukan pula untuk senantiasa mengembangkan pengetahuan dan kepribadian.
Pasalnya, keberhasilan seseorang pada kehidupan mendatang, tertumpu pada inovasi teknologi yang terintegrasi dengan individu berkemampuan sosial tinggi.
Dengan demikian kehadiran kelembagaan yang kapabel dan sumber daya manusia yang kompeten di era industri 4.0 ini mutlak diperlukan.
Perguruan tinggi memegang peran penting guna membangun jati diri bangsa dan mengambil peran secara proaktif dalam momentum revolusi industri 4.0 ini.
Literasi manusia lama
Sementara itu dalam kaitan dunia kerja menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0, tenaga kerja tidak cukup hanya dibekali dengan literasi manusia lama yang berorientasi kerja formal dan mendasarkan pada kemampuan membaca, menulis dan menghitung.
Kurikulum pendidikan harus dirancang agar output mampu menguasai literasi baru, yaitu literasi data, yakni kemampuan membaca, menganalisis dan memanfaatkan informasi big data dalam dunia digital, literasi teknologi, yaitu memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial intelligence dan engineering principles), serta literasi manusia, yakni kemanusiaan, komunikasi dan desain.
Agus juga menyinggung hal-hal yang perlu diantisipasi terkait revolusi industri 4.0 yang dapat mengakibatkan pengangguran massal akibat robot (otomasi) menggantikan banyak pekerjaan manusia, tidak hanya pekerjaan yang bersifat repetitif seperti operator-operator mesin di pabrik, melainkan juga beragam profesi non repetitif yang mengandalkan analisis seperti analis keuangan, akuntan, pengacara, konsultan, dokter, penerjemah, atau pun arsitek.
Gejala ke arah itu mulai tampak. Beberapa platform digital raksasa telah menginisiasi pembuatan teknologi canggih di antaranya mobil tanpa sopir, mesin pendiagnosis pasien, pesawat tanpa awak (drone) untuk pengiriman paket barang, mesin-mesin pintar transaksi dan penghitung uang. Tenaga manusia semakin tidak dibutuhkan lagi karena tergantikan oleh algoritma atau robot.
Namun di sisi lain, revolusi industri 4.0 juga membuka kesempatan lapangan pekerjaan yang baru, seperti pengelola dan analisis data digital, operator mesin robotik, dan usaha-usaha mandiri lain yang memanfaatkan teknologi digital.
“Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah keterampilan dan kompetensi SDM harus tetap secara konsisten ditingkatkan sesuai kebutuhan pasar kerja yang semakin lama semakin pesat berkembang,” ucap Agus.
Rektor Unpas Eddy Jusuf sepaham dengan Agus, guna mengantisipasi kecenderungan perubahan perilaku masyarakat menjadi antisosial perlu didorong literasi humanis. “Yang diperlukan bukan hanya teknologi, atau big data, melainkan juga literasi humanis,” kata Eddy.