JAMBI, KOMPAS - Keberadaan masyarakat adat masih dibayangi lemahnya perlindungan hukum. Implementasi perlindungan telah mendesak untuk diperkuat. Salah satunya melalui pengukuhan wilayah hukumnya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi Helmi mengatakan, hukum adat telah diakui negara lewat UUD 1945.
Namun, pengakuan itu belum disertai pengukuhan wilayah hukum. Akibatnya, mereka rentan terusir dari ruang jelajahnya sendiri di saat terjadi alih fungsi lahan.
”Tanpa pengukuhan wilayah hukum, perlindungan menjadi tak maksimal,” kata Helmi di sela-sela seminar internasional ”The Natural Resources Law for People’s Welfare” di Fakultas Hukum Universitas Jambi, Senin (12/11/2018).
Di Jambi, ada banyak kelompok masyarakat adat, di antaranya komunitas Orang Rimba, Talang Mamak, Duano, Serampas, dan Bathin IX. Akan tetapi, baru masyarakat adat Serampas yang wilayah hukum adatnya dikukuhkan lewat Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Marga Serampas.
Dalam perda itu, wilayah hukum masyarakat adat setempat dijamin sepenuhnya oleh daerah. Lembaga adat berwenang sekaligus bertanggung jawab mengelola dan menjaga wilayah.
”Dengan dituangkannya pengakuan itu lewat perda, implementasi perlindungan menjadi lebih jelas dan kuat,” lanjutnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Miranda Risang, mengatakan, masyarakat adat yang masih meletakkan fondasi kearifan lokalnya akan senantiasa menjaga keberlangsungan hukum adat.
Masalahnya, tak sedikit komunitas adat menjadi terasing di rumahnya sendiri. Orang Rimba, misalnya, mengakui hutan sebagai rumah dan ruang penghidupannya.
Namun, keberadaan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) belakangan justru membuat banyak Orang Rimba keluar dari hutan bersamaan dengan maraknya bantuan masuk untuk mereka. ”Berarti ada masalah pada bantuannya yang tidak sesuai dengan kebutuhan Orang Rimba yang sebenarnya,” katanya.
Jadi, perlindungan selayaknya diberikan tak semata atas statusnya sebagai masyarakat adat, tetapi juga hak-hak, ikatan dengan alam, dan tradisi yang melekat padanya.
Terlepas dari itu, Miranda melihat hukum adat telah teruji ratusan tahun mampu menyelesaikan berbagai persoalan di masyarakat. Hukum adat perlu dilestarikan karena merupakan bagian dari identitas bangsa ini.
Orang Rimba dengan populasi lebih dari 3.600 jiwa semula menempati ruang jelajah yang luas di ekosistem TNBD. Ekosistem itu mencakup TNBD beserta hutan penyangga.
Pembangunan sejak tahun 1990-an telah mengalihfungsikan sebagian hutan jelajah Orang Rimba, menyisakan TNBD. Akibatnya, hutan berubah menjadi kebun sawit, dan sejenisnya.
Pengajar Senior School of Law Charles Darwin University, Danial Kelly, mengingatkan pemerintah ataupun lembaga swadaya tak sekadar memasukkan bantuan dan proyek bagi komunitas pedalaman.
Yang terpenting adalah kepedulian untuk melihat dan berdialog dengan komunitas itu sendiri untuk sungguh-sungguh memahami apa yang dibutuhkan. (ITA)