”Allahu Akbar! Dulu arek-arek Surabaya tak ingin menyetrika Amerika, melinggis Inggris, menggada Belanda, murka pada Gurka. Mereka hanya tak suka kezaliman yang angkuh merajalela mengotori persada. Mereka harus melawan meski nyawa menjadi taruhan karena mereka memang pahlawan. Surabaya… Di manakah kau sembunyikan pahlawanku.”
Petikan bait berjudul Sajak Surabaya yang dibacakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ini begitu menggema di sepanjang Jalan Tunjungan, Minggu (11/11/2018). Puisi karya KH Mustofa Bisri yang dibacakan di depan Hotel Majapahit menggugah semangat kepahlawanan arek-arek Suroboyo.
Tak jauh dari tempat itu, rentetan suara tembakan dari senjata M-14 dan Sterling begitu memekakkan telinga. Ratusan orang pribumi berperang melawan tentara Inggris. Kejadian itu menggemparkan suasana Minggu pagi di Surabaya yang amat tenang. Banyak yang terkapar karena tembakan, dor…, dor…, dor.
Surabaya bukan sedang dilanda peperangan. Suara tembakan dan puisi itu merupakan bagian dari Parade Surabaya Juang yang didukung Pemerintah Kota Surabaya. Penggalan aksi teatrikal dimainkan secara ciamik oleh para pencinta sejarah Roodebrug Soerabaia dan sejumlah komunitas pencinta sejarah lain dari Kediri dan Sleman.
Peringatan tahunan Hari Pahlawan yang jatuh setiap 10 November ini menjadi agenda rutin warga ”Kota Pahlawan”. Tahun ini, Parade Surabaya Juang memasuki usia satu dekade. Suguhan aksi teatrikal pertempuran Surabaya menjadi sajian utama peringatan Hari Pahlawan di kota ini.
Peserta yang berjumlah sekitar 10.000 orang dengan mengenakan pakaian pejuang pada masa pertempuran Surabaya itu berjalan sekitar 6 kilometer, dari Tugu Pahlawan hingga Taman Bungkul. Setiap prajurit membawa senjata, seperti senapan, meriam, celurit, dan bambu runcing, untuk berperang. Parade kali ini juga melibatkan 10 unit panser Anoa, 70 unit Jeep, dan 20 sepeda motor kuno.
Melisa (31), warga Wonokromo, mengapresiasi jalannya Parade Surabaya Juang. Menurut dia, atraksi semacam ini menggugah rasa ingin tahu generasi muda terhadap perjuangan para pahlawan. ”Saya jadi penasaran dengan puisi yang dibacakan Ibu Risma. Nanti saya akan lihat di internet,” katanya.
Pengajaran soal sejarah dengan cara yang atraktif menjadi salah satu bagian yang dilakukan Pemkot Surabaya. Selain melalui atraksi perang, anak-anak muda juga dikenalkan pada sosok pahlawan dengan membuat museum tokoh-tokoh pahlawan, antara lain Museum Doktor Soetomo, Museum HOS Tjokroaminoto, dan Museum Wage Rudolf Soepratman.
Langkah ini menjadi bagian dari pengenalan sosok-sosok pahlawan kepada generasi muda. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas di kalangan pelajar dan mahasiswa di 11 kota di Indonesia pada 31 Oktober-1 November 2018 memperlihatkan, sebanyak 81,6 persen responden tidak setuju jika gambaran pahlawan diidentikkan dengan sosok yang merebut kemerdekaan melalui perjuangan bersenjata. Bagi 51,8 persen responden, kepahlawanan pada masa kini lebih terkait dengan perjuangan menyejahterakan masyarakat.
Saat melepas rombongan Parade Surabaya Juang di Tugu Pahlawan, Risma mengatakan, perjuangan para pahlawan yang gugur dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan harus dilanjutkan. Berbagai rangkaian acara dilakukan untuk terus menggugah semangat kepahlawanan generasi muda agar tidak luntur dimakan zaman.
Risma menilai, perjuangan yang diperlukan saat ini berbeda dengan yang dilakukan tokoh-tokoh pahlawan terdahulu. Jika dahulu perjuangan diartikan dengan berperang melawan para penjajah, kini rakyat harus berjuang melawan kemiskinan dan kebodohan.
”Jangan sampai kita melawan penjajah. Kita harus mempertahankan kemerdekaan ini dengan tidak bodoh dan tidak boleh miskin. Perang melawan kebodohan dan kemiskinan itu adalah perjuangan masa kini,” ujar Risma.
Kepada anak-anak muda, Risma berpesan untuk senantiasa belajar, baik di sekolah formal maupun nonformal. Mereka tidak boleh lelah mengisi kemerdekaan dengan hal positif agar bangsa ini bisa bersaing dengan bangsa lain.
”Para orang tua harus memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak agar bisa bersanding dan sejajar dengan anak-anak lain di seluruh dunia,” kata Risma.