Hanya 50 Persen Peredaran Bibit Ilegal yang Mampu Diungkap
Oleh
Angger Putranto
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Bibit ilegal impor yang masuk ke Indonesia tanpa disertai dokumen jaminan keamanan masih marak ditemukan. Tidak semua bibit ilegal terpatau peredarannya. Balai karantina mengakui bahwa hanya 50 persen dari total peredaran bibit ilegal yang mampu diungkap.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, setiap pengiriman bibit yang berasal dari luar Indonesia harus disertai Surat Izin Penerimaan Menteri Pertanian dan Phytosanitary Certificate (sertifikat karantina). Dokumen tersebut sebagai jaminan kesehatan bibit dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Tanpa dokumen tersebut, bibit dikategorikan ilegal dan diduga membawa OPT.
”Dari sekian banyak kasus yang kami ungkap dan sekian banyak bibit ilegal yang kami sita, itu hanya sekitar 50 persen dari total peredaran atau lalu lintas bibit ilegal. Kami terus berusaha semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan tenaga,” ujar Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Balai Besar Karantina Pertanian Jawa Timur Latifatul Aini di Banyuwangi, Kamis (15/11/2018).
Aini mengaku, peredaran atau lalu lintas benih ilegal tertinggi yang terungkap ialah melalui jalur pengiriman pos. Beberapa di antaranya kantor pos besar Surabaya, Banyuwangi, Jember, Kediri, dan Malang.
Menurut Aini, tingginya pengungkapan pengiriman benih ilegal melalui kantor pos terjadi karena kerja sama dan kinerja petugas kantor pos yang baik. Pemahaman petugas kantor pos tentang peraturan pengiriman benih yang tidak disertai dokumen jaminan kesehatan membuat benih-benih ilegal tersebut tidak terdistribusi begitu saja.
”Kami sangat berterima kasih atas kinerja kantor pos, yang turut menyortir pengiriman benih ilegal tersebut. Namun, kami masih memiliki pekerjaan rumah untuk pengawasan pengiriman benih-benih dari luar negeri melalui ekspedisi dan jual beli melalui toko daring (online),” ungkapnya.
Balai Besar Karantina Pertanian Jawa Timur, kata Aini, terus melakukan sosialisasi kepada penyedia jasa jual beli daring agar ikut menjaga lalu lintas perdagangan bibit tanaman. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan kesehatan ekosistem flora dan fauna dalam negeri.
Balai Karantina Pertanian Wilayah Kerja Banyuwangi dalam kurun waktu Januari hingga Agustus 2018 mengungkap 44 kasus pengiriman bibit ilegal dari luar negeri. ”Total ada 150 jenis bibit yang kami sita. Bibit-bibit tersebut dikirim dari luar negeri ke sejumlah daerah di sekitar Banyuwangi, Jember, Situbondo, dan Bondowoso melalui kantor pos,” ujar Penanggung Jawab Wilayah Kerja Karantina Pertanian Banyuwangi Nur Wahyu Nugroho.
Beberapa bibit yang disita adalah bibit sayuran, tanaman hias, kol, kangkung, cabai, padi, kacang koro china, kluwak india, dan kakao. Bibit tersebut dikirim dari beberapa negara, misalnya Singapura, Malaysia, dan China melalui kantor pos Jember, Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Banyuwangi Mohammad Khoiri mengapresiasi langkah Balai Karantina Pertanian yang menjaga peredaran bibit ilegal tanpa dokumen jaminan kesehatan. Menurut dia, upaya tersebut merupakan usaha menjaga kesehatan tanaman dari serangan hama dan penyakit. Ancaman tersebut semakin serius apabila hama atau penyakit yang ikut terbawa oleh benih tersebut tidak memiliki musuh alami atau obat penawar untuk membasminya.
Salah satu bibit yang disita dan diduga membawa penyakit ialah kedelai asal amerika. Kedelai tanpa dokumen jaminan kesehatan tersebut diduga membawa hama Trogoderma granarium.
”Hama tersebut merupakan hama yang tidak ada di Indonesia dan tidak memiliki musuh alami di Indonesia. Jika hama tersebut ikut tersebar bersama bibit yang ditanam, dikhawatirkan hama tersebut justru merusak tumbuhan yang ada di Indonesia,” ujarnya. (GER)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.