Hotel Sibayak dan Taman Simalem Resort Disita sebagai Jaminan
Oleh
Nikson Sinaga
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pengadilan Tinggi Medan memperberat hukuman Tamin Sukardi, terdakwa korupsi penjualan 126 hektar lahan PT Perkebunan Nusantara II. Dalam putusan banding itu, hukuman penjara ditambah dari 6 tahun menjadi 8 tahun. Lahan 126 hektar yang pada putusan Pengadilan Negeri Medan dikembalikan ke perusahaan Tamin dirampas untuk negara.
Majelis hakim tinggi yang diketuai oleh Dasniel, dengan hakim anggota Albertina Ho dan Mangasa Manurung, dalam putusannya yang dibacakan di Medan, Kamis (15/11/2018), menyatakan Tamin tetap harus membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 132,4 miliar.
Majelis hakim juga meminta agar aset Tamin, antara lain Hotel Sibayak dan Taman Simalem Resort di Kabupaten Karo, dirampas untuk negara sebagai jaminan jika uang pengganti Rp 132,4 miliar tidak dibayar Tamin.
”Majelis hakim tinggi juga menyatakan barang bukti berupa tanah seluas 126 hektar di Deli Serdang merupakan aset negara yang diambil terdakwa dengan upaya tindak pidana korupsi sehingga harus dikembalikan lagi kepada negara,” kata Dasniel.
Namun, sidang tersebut tidak dihadiri terdakwa, pengacara terdakwa, ataupun jaksa penuntut umum. Banding tersebut diajukan baik oleh jaksa maupun terdakwa.
Putusan tersebut mengoreksi putusan Pengadilan Negeri Medan pada 27 Agustus 2018 yang menyatakan aset tanah seluas 126 hektar di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, tersebut dikembalikan kepada perusahaan Tamin dan rekannya.
Putusan Pengadilan Negeri Medan menyatakan dua bagian, yakni 32 hektar dan 20 hektar, dikembalikan kepada PT Erni Putera Terari. Sementara 74 hektar lagi dikembalikan kepada PT Agung Cemara Reality.
Ditangkap KPK
Salah seorang anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang mengadili perkara tersebut di tingkat pertama, Merry Purba, telah ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Merry menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam putusan Pengadilan Negeri Medan karena menganggap Tamin tidak bersalah menjual aset tersebut.
Dasniel menyebutkan, dalam memutus perkara pidana, majelis hakim tidak terikat pada perjanjian perdata sehingga aset 126 hektar yang sudah dijual oleh Tamin harus dirampas untuk negara.
Menurut majelis hakim tinggi, Tamin terbukti melakukan rekayasa dengan mengoordinasi dan mengarahkan 65 warga untuk mengaku sebagai ahli waris lahan seluas 126 hektar milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II berbekal Surat Keterangan tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah dan Ladang (SKTTPSL) Tahun 1954.
Rekayasa itu dimulai sejak hak guna usaha (HGU) PTPN II seluas 1.332,2 hektar Kebun Helvetia berakhir tahun 2000. HGU itu lalu diperpanjang pada tahun 2002, tetapi seluas 193,94 hektar di antaranya dikeluarkan dari HGU PTPN II. Lahan 126 hektar itu merupakan bagian dari HGU yang dikeluarkan tersebut.