Pengusaha Mulai Antisipasi Penurunan Harga Batubara
Oleh
Jumarto Yulianus
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS – Pengusaha batubara di Kalimantan Selatan mulai mengantisipasi penurunan harga batubara ke depan. Meskipun harga batubara sepanjang tahun ini masih relatif stabil dan tinggi, tren penurunan harga mulai terjadi.
Untuk November 2018, pemerintah menetapkan harga batubara acuan (HBA) 97,90 dollar AS per ton. HBA itu menjadi pedoman untuk transaksi batubara bagi pelaku usaha pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP).
”Keadaan harga batubara bulan ini dibandingkan dengan harga tiga bulan sebelumnya menunjukkan tren penurunan. Pengusaha pun mulai mengantisipasi tren penurunan harga tersebut,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemegang Izin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalimantan Selatan Muhammad Solikin di Banjarmasin, Kamis (15/11/2018).
Pada Agustus 2018, HBA masih 107,83 dollar AS per ton. Harganya turun menjadi 104,81 dollar AS per ton pada September, kemudian turun lagi menjadi 100,89 dollar AS per ton pada Oktober. Kini, harganya sudah di bawah 100 dollar AS per ton.
Menurut Solikin, tren penurunan harga itu dipengaruhi oleh situasi penyerapan dan kebijakan pembelian batubara dari Cina, yang merupakan tujuan utama ekspor batubara Indonesia. Pemerintah Cina agak memperketat pembelian batubara dari luar atau impor batubara dan lebih mengutamakan batubara dalam negeri.
”Untuk ke depan, mudah-mudahan masih ada perbaikan harga. Namun, mulai sekarang para pengusaha harus waspada karena ancaman eksternal sangat dominan bagi perkembangan harga batubara,” ucapnya.
Permintaan batubara dari Cina, lanjut Solikin, juga berpotensi terus menurun karena Cina sudah mulai mengembangkan energi terbarukan, yaitu tenaga surya. Lambat laun mereka tentu akan beralih dari energi batubara ke energi terbarukan.
”Pengusaha batubara harus hati-hati. Jangan lagi jorjoran menggunakan uang hasil bisnis batubara. Uang harus betul-betul dimanfaatkan untuk kepentingan ekspansi bisnis dan meningkatkan kualitas usaha. Jika tidak, mereka akan mengalami kejadian beberapa tahun lalu saat harga batubara anjlok,” tuturnya.
Beberapa tahun lalu, harga batubara sempat menyentuh 50 dollar AS per ton. Harga tersebut lebih rendah dari harga pokok produksi. Anjloknya harga itu membuat banyak pengusaha batubara di Kalsel gulung tikar.
Usaha berkelanjutan
Jika harga batubara terus turun dan mulai menyentuh 70 dollar AS per ton, kata Solikin, berarti sudah lampu kuning bagi para pengusaha. Saat ini, pengusaha masih bisa tersenyum, namun tetap harus waspada. ”Kalau lengah, bisnis batubara bisa hancur. Mulai sekarang, pengusaha batubara sebaiknya mulai menyiapkan usaha lain yang berkelanjutan,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, Muhammad Handry Imansyah mengatakan, prospek harga batubara ke depan berdasarkan analisis internasional cenderung menurun. Pada 2019, harga batubara bisa kembali menyentuh 70 dollar AS per ton karena permintaannya turun.
Untuk mengantisipasi penurunan harga batubara itu, pemerintah daerah harus menciptakan iklim investasi di bidang lain yang berkelanjutan, terutama bidang pertanian dan industri. ”Jika pembangunan sektor pertanian dan industri bisa berbarengan, perekonomian Kalsel pasti tetap tumbuh meskipun harga batubara jatuh,” kata Handry.