Menjadi pusat peradaban pada masa Mataram Kuno, daerah Magelang dan sekitarnya diwarisi banyak bangunan bersejarah. Namun, tak mudah merawat peninggalan itu. Dibandingkan dengan Borobudur yang penuh gempita, sebagian candi minim diperhatikan.
Sejumlah bocah asyik bermain air di salah satu kolam di Candi Umbul, Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di kolam lain, beberapa lansia berbalut jarit berendam sambil sesekali menggerakkan tangan. Sayangnya, kenyamanan itu mesti dikotori sampah berserakan di sekitar pemandian bersejarah itu.
”Sayang banget, sih. Pemandian bersejarah begini, tetapi lingkungannya banyak sampah. Tidak ada yang jaga. Cuma satu orang di penjualan tiket,” tutur Silvia (22), wisatawan asal Yogyakarta, Rabu (17/10/2018). Tak nyaman dengan lingkungan kotor, ia urung berendam.
Tak mudah menemukan lokasi Candi Umbul. Dari tepian jalan utama Ambarawa-Magelang, papan namanya nyaris tak terlihat. Ukurannya begitu kecil. Akses jalan masuknya pun sempit, lebar jalan hanya sekitar tiga meter. Belum lagi, sebagai salah satu cagar budaya, tempat parkirnya kurang representatif.
Dahulu kompleks itu adalah pemandian bangsawan pada masa Mataram Kuno. Ada dua kolam: kolam air hangat dan air dingin. Kolam-kolam ini bersumber dari mata air.
Di Sawangan, Kabupaten Magelang, terdapat Candi Lumbung yang berlokasi di Dusun Tlatar, Krogowanan, berjarak 100 meter dari Jalan Blabak-Mungkid. Tidak ada pagar di sekitar candi. Siapa pun bebas mengunjungi candi dengan tinggi sekitar 8 meter tersebut.
Lokasi Candi Lumbung merupakan lahan sewaan. Adapun lokasi asli candi yang diperkirakan dibangun abad IX ada di Dusun Candi Pos, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, atau di tepi Kali Apu. Terancam longsor akibat gerusan sungai, candi itu dipindahkan ke Dusun Tlatar yang berjarak 500 meter.
Pemindahan dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng sejak September 2011. Ini juga untuk mengantisipasi banjir lahar hujan letusan Gunung Merapi seperti pada tahun 2010.
Keterbatasan anggaran
Data Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Magelang pernah menyebut, ratusan benda cagar budaya, baik berupa prasasti maupun batuan andesit candi di daerah itu, dalam kondisi tak terawat.
Cagar budaya di Magelang tersebar di 12 kecamatan, yaitu Salam, Muntilan, Ngluwar, Dukun, Sawangan, Borobudur, Mertoyudan, Mungkid, Salaman, Windusari, Bandongan, dan Grabag. Beberapa di antaranya bahkan sudah tak ada jejaknya, seperti situs Candi Banon, di Desa Jligudan, Borobudur.
Candi Losari di Desa Salam, Kecamatan Salaman, Magelang, selama bertahun-tahun terendam air karena air tanah yang selalu keluar. Namun, menurut Supriyo, penjaga candi, permasalahan itu telah diatasi dengan membuat saluran di dalam tanah. Candi tak lagi terendam.
Kepala BPCB Jateng Sukronedi mengatakan, selain Candi Borobudur, Pawon, dan Mendut, ada 13 candi lain di Magelang. Upaya pelestarian candicandi tersebut, antara lain pemugaran, pemeliharan dan perawatan rutin, serta pengamanan. ”Di Magelang, sekarang kami sedang memugar Candi Selogriyo,” ujarnya.
Pemugaran Candi Selogriyo dilakukan bertahap selama dua tahun. Tahun 2018, pemugaran menyelesaikan bagian tubuh candi dan direncanakan tuntas 2019.
Selain itu, pihaknya juga tengah menyelamatkan Candi Lumbung yang terancam aliran banjir lahar hujan Gunung Merapi.
”Kami akan lakukan kajian dengan mengundang akademisi dan para ahli apakah Candi Lumbung dikembalikan ke posisi semula atau dipindah seperti sekarang,” katanya.
Untuk pengamanan, masing-masing candi akan dipasang pagar baru menggantikan pagar kawat berduri. Sukronedi mengatakan pelestarian candicandi di Magelang yang menjadi lingkup tugas BPCB Jateng menghadapi tantangan keterbatasan anggaran.
Sebagai gambaran, anggaran BPCB Jateng satu tahun terakhir Rp 42 miliar. Sekitar 50 persen terserap untuk gaji pegawai. Padahal, jumlah cagar budaya tak bergerak di Jateng 2.718 buah, sedangkan yang bergerak 22.125 buah dan tersebar di 35 kabupaten/kota.
Di sisi lain, jumlah sumber daya manusia terbatas. Jumlah pegawai tetap BPCB Jateng 306 orang, sedangkan pegawai tidak tetap 128 orang.
Sukronedi mengatakan, untuk memenuhi kekurangan SDM, BPCB Jateng merekrut tenaga-tenaga lokal, yaitu masyarakat di sekitar candi. Mereka diajak mencari batu-batu bagian candi ketika pemugaran candi. (RWN/DIT/GRE)