AMBON, KOMPAS - Kejanggalan dalam proyek penelitian yang dilakukan Universitas Pattimura terkait pengolahan emas ramah lingkungan di tambang emas liar Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, harus diselidiki. Penyelidikan itu mulai dari dugaan pelanggaran etik hingga tindak pidana korupsi.
Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpatti, Josef A Ufi, di Ambon, Kamis (15/11/2018), berpendapat, dugaan kejanggalan itu harus didalami untuk dipastikan kebenarannya. Hal itu bisa dilakukan lewat tim khusus independen yang melibatkan pihak luar, termasuk kementerian terkait.
Kejanggalan berawal dari penerbitan Surat Keputusan Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 016/FKp/VIII/ 2016. Informasi dari laman kementerian itu menyebutkan, menyetujui proposal proyek penelitian berjudul ”Pengembangan dan Penerapan Teknologi Pengolahan Emas Bebas Merkuri di Pulau Buru”.
Dalam proposal muncul nama Mansyur, pemodal tambang, sebagai penanggung jawab penelitian dengan atribusi sebagai dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Unpatti.
Sejumlah pihak yang terlibat dalam proyek itu memberi pandangan berbeda terkait masuknya Mansyur. Selanjutnya, tim penelitian melakukan kajian dan merekomendasikan penggunaan sianida di Gunung Botak.
Menurut Josef, kejanggalan itu menimbulkan tanda tanya besar, baik pada sivitas akademika maupun publik Maluku. Hal ini yang harus ditelusuri bersama.
Jika ditemukan kekeliruan, lembaga harus terbuka menyampaikan ke publik. ”Ini demi menjaga kepercayaan publik terhadap produk ilmiah yang dihasilkan,” kata Josef.
Sebagai peneliti, Josef menyadari banyak godaan yang datang jika penelitian itu terkait kepentingan korporasi untuk memengaruhi hasil penelitian. Dalam kondisi ini, independensi peneliti diuji, apakah terpengaruh atau tetap teguh pada prinsip keilmuan.
Netty Siahaya, peneliti Fakultas MIPA Unpatti yang terlibat dalam penelitian itu, menjamin pihak kampus memegang teguh prinsip keilmuan. Penelitian melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan perusahaan milik Mansyur. Tim itu merekomendasikan penggunaan sianida dalam pengolahan emas.
Bagi Netty, penggunaan sianida tidak merusak lingkungan. ”Secara teknis lebih aman sianida dibandingkan merkuri karena gampang menguap. Tidak terakumulasi dalam tanaman atau air,” katanya.
Kenyataan di lapangan, banyak sapi milik warga yang mati mendadak di lokasi pengolahan emas yang menggunakan sianida. (FRN)