MANADO, KOMPAS - Kementerian Kelautan dan Perikanan memberi dukungan penuh bagi Sulawesi Utara untuk menjadi pusat tuna dunia. Produksi tuna yang melimpah dari Laut Sulawesi menjadi modal utama provinsi tersebut. Penjualan ikan tuna di rumah makan, hotel, dan restoran di Kota Manado juga telah menjadi andalan untuk menggerakkan perekonomian warga.Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar kepada Gubernur Sulut Olly Dondokambey bersama pengurus Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Sulut di Manado, Jumat (16/11/2018).
“Hanya di Manado kami menikmati (masakan) tuna enak dan segar. Saya lihat semua rumah makan di sini menjual tuna bakar sebagai menu andalan,” katanya.
Dia mengatakan, sekitar 30 persen produksi tuna nasional dipasok dari Sulut, yakni sebanyak 290.300 ton pada tahun 2016 dan 358.421 ton pada 2017.
Data resmi FAO, organisasi pangan dan pertanian PBB, menyebut tahun 2016 terdapat 7,7 juta metrik ton tuna dan spesies seperti tuna yang ditangkap di seluruh dunia. Di tahun yang sama, Indonesia memasok lebih dari 16 persen total produksi dunia dengan rata-rata produksi tuna, cakalang, dan tongkol mencapai lebih dari 1,2 juta ton per tahun. Sedangkan volume ekspor tuna Indonesia mencapai 198.131 ton dengan nilai 659,99 juta dollar AS pada tahun 2017.
Olly mengatakan, telah mendeklarasikan daerahnya menjadi pusat tuna dunia dan pusat industri kelautan perikanan di Tanah Air sebagai sektor utama pembangunan Sulut. Hal itu telah disampaikan kepada Bappenas saat pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
“Kami punya tekad memindahkan pusat tuna dunia dari General Santos, Filipina, yang berhadapan langsung dengan Sulawesi Utara. Kami dengar tuna di sana juga berasal dari Sulut,” kata Olly.
Menurut dia, potensi tuna yang melimpah di daerahnya ini diberdayakan oleh masyarakat dalam penjualan dan hidangan setiap rumah makan, restoran, dan hotel. Pertumbuhan rumah makan ikan yang menjual tuna di Manado sangat pesat.
Ia mengatakan, hal itu juga didukung konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap tuna. Sebanyak ratusan ton tuna setiap hari terjual di rumah makan.
Olly meyakni, produksi tuna Sulut setiap tahun mencapai 500.000 ton. Ikan-ikan itu ditangkap dari Laut Sulawesi dan Laut Maluku hingga Teluk Tomini, yang belum tercatat pada dokumen akibat penangkapan ikan secara ilegal.
Menjadi pusat tuna dunia, lanjut Olly, perlu dukungan peraturan seperti keputusan presiden. Selain itu, perlu juga keberpihakan pemerintah, terutama dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam menyiapkan infrastruktur dan pelatihan.
“Kita butuh peraturan pemerintah untuk menjadi pusat tuna dunia dengan membangun infrastruktur laboratorium tuna untuk menjamin kualitas ekspor,” kata Olly.
Ketua Iskindo Sulut Frangky Manumpil mengatakan, menjadi pusat tuna dunia perlu dukungan seluruh pemangku kepentingan di bidang perikanan. Menurut dia, tingginya produksi tuna dan volume perdagangan tuna, baik ekspor maupun konsumsi rumah makan, telah mendongkrak indeks nilai tukar nelayan Sulut menjadi 112.
“Artinya, nelayan memiliki untung untuk memberi kesejahteraan bagi keluarganya. Banyak nelayan Sulut yang kaya dari berdagang tuna,” kata Frangky.