BANDUNG, KOMPAS – Ribuan buruh dari sejumlah serikat pekerja di Jawa Barat berdemonstrasi di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (19/11/2018). Mereka menuntut Gubernur Jabar Ridwan Kamil menetapkan kenaikan upah minimum kabupaten/kota 2019 sebesar 20 persen.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Jabar Roy Jinto berharap Pemerintah Provinsi Jabar berani tidak mengikuti penetapan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebesar 8,03 persen. “Kenaikan upah 8,03 persen itu sangat kecil. Tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok dan keperluan lain,” ujarnya.
Roy berharap Kamil mengikuti langkah Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang menaikkan UMK beberapa kabupaten/kota di atas 8,03 persen. Bahkan, ada yang mencapai 24 persen.
Buruh juga menyoroti disparitas UMK di antara kabupaten/kota di Jabar. Hal itu dianggap menyebabkan ketimpangan kesejahteraan di kalangan buruh.
Roy mencontohkan, UMK Kabupaten Pangandaran pada 2018 sekitar Rp 1,5 juta. Sementara itu, UMK Kabupaten Karawang mencapai Rp 3,9 juta.
“Kami berharap UMK yang kecil mendapat kenaikan dengan persentase lebih besar sehingga tidak terlalu timpang dengan daerah lainnya,” ujarnya.
Sejumlah perwakilan buruh menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada Ridwan Kamil. Akan tetapi, Kamil belum memutuskan untuk mengikuti aspirasi buruh atau tetap mengacu pada PP 78 Tahun 2015.
“Aspirasinya saya tampung dulu. Saya akan pelajari lebih lanjut dan berkonsultasi dengan pemerintah pusat,” ujarnya.
Kamil berjanji akan memutuskan kenaikan UMK tersebut pada Rabu (21/11). Dia juga perlu mengecek aspirasi buruh terkait kenaikan upah di Jatim yang mencapai di atas 20 persen.
“Keputusan yang saya ambil akan menghitung rasa keadilan, tidak melanggar aturan, dan tidak melebihi yang telah disepakti. Saya akan konsisten dengan keputusan itu,” ujarnya.
Terkait tuntutan buruh mengenai disparitas upah, Kamil mempunyai pandangan berbeda. Menurut dia, disparitas upah tidak selalu dapat diartikan sebagai perbedaan kesejahteraan. Sebab, standar kebutuhan hidup layak antar daerah tidak selalu sama.
Kamil mengatakan, pihaknya harus mempertimbangkan banyak aspek dalam menentukan kenaikan upah. Salah satunya keberlangsungan investasi di provinsi tersebut.
“Sudah banyak perusahaan di Jabar pindah ke Jawa Tengah karena faktor upah di sana lebih rendah. Kalau nanti pengangguran semakin tinggi, siapa yang tanggung jawab? Jadi, Jabar juga sedang \'lampu kuning\' terkait pengupahan,” ujarnya.