Rubiman, Pelopor Penjualan Tanaman di Jalan Bugisan
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Namanya tenggelam di balik hiruk pikuk Kota Yogyakarta. Berawal dari keterdesakan ekonomi, Rubiman alias Giman bangkit memperbaiki ekonomi keluarga melalui usaha anakan tanaman dan pepohonan. Puluhan warga mengikuti langkah Giman menjual anakan tanaman. Tak disadari, ia telah menghijaukan lingkungan kota, bagaikan pahlawan tanpa nama.
Dua areal masing-masing seluas 200 meter persegi dan 300 meter persegi berisikan berbagai anakan tanaman. Satu kebun di Janten, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta, khusus untuk berbagai tanaman pohon keras, seluas 4.000 meter persegi. Tiga lokasi tanaman menjadi tumpuan ekonomi Giman dan keluarga.
Tiga lokasi anakan tanaman dan pepohonan itu berada di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Lokasi anakan tanaman pertama digarap tahun 2008 di Jomegatan Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, seluas 200 meter persegi. Lokasi kedua seluas 300 meter persegi berjarak sekitar 500 meter dari lokasi pertama dan digarap pada 2010.
”Saat itu permintaan akan jenis pohon tertentu berusia di atas 3 tahun dengan harga sampai Rp 15 juta per pohon mulai ramai. Biasanya yang membutuhkan itu para pejabat untuk rumah tinggal, pengusaha untuk proyek perumahan, dan kantor-kantor. Secara ekonomis, memelihara pohon keras dengan harga sampai Rp 15 juta per pohon itu lebih menguntungkan,” kata Giman di Bantul, Yogyakarta, Selasa (20/11).
Giman pun menggarap lokasi ketiga, milik kas Dusun Pejanten di Desa Ngestiharjo seluas 4.000 meter persegi pada 2011. Tanah ini diberikan secara gratis untuk digarap Giman. Lokasi ini khusus untuk ditanami jenis tanaman keras dan berumur panjang.
Ketertarikan Giman di bidang usaha anakan dan pepohonan ini dimulai pada 2007. Berawal dari memandang bunga flamboyan milik tetangga di Jomegatan, Bantul. Ia mengamati betapa bunga itu mengeluarkan warna mekar berseri dan menghibur. Ternyata, bunga itu kemudian laku dibeli orang senilai Rp 500.000 dari satu pohon flamboyan.
Pekerjaan menjual rujak pun ditinggalkan ayah dari Nisa (19) dan Ulil (18) ini. Ia mencari lokasi untuk memulai usaha memelihara anakan tanaman. Pada 2008, pihak Sekolah Menengah Kejuruan Indonesia (SMKI) Bantul, Yogyakarta, mengizinkan Giman memanfaatkan lahan kosong di depan pintu masuk gedung sekolah. Ia diberi lahan 200 meter persegi untuk menanam anakan tanaman dan pepohonan.
Saat itu, pihak sekolah meminta bayaran Rp 300.000 per tahun, tetapi setelah melihat manfaat tanaman itu, menyejukkan dan mempercantik lingkungan sekolah, pihak sekolah menghentikan pungutan pada 2014. Kini, sekitar 40 warga mengikuti langkah Giman di sepanjang sisi Jalan Bugisan, sejauh 800 meter dan lebar 7-10 meter. Di kawasan ini, Giman memiliki dua areal anakan tanaman. Areal kedua dikuasai pada 2010, seluas 300 meter persegi.
Setelah Giman membuka usaha anakan tanaman pada 2008, warga lain mengikuti langkah Giman. Kini, kawasan sepanjang 800 meter dan lebar 7-10 meter itu dipadati anakan tanaman dan pepohonan milik 40 warga. Meski ada persaingan usaha anakan tanaman, Giman tetap memberi dorongan dan semangat kepada semua rekan yang ada di Dusun Jomegatan dan Dusun Janten.
”Saya ajak masyarakat menanam jenis pohon tertentu untuk dijual, seperti jenis pohon pule. Saya ajak teman-teman pencinta tanaman dari Yogyakarta datang ke Gunung Kidul membeli pohon-pohon yang ditanami warga. Mereka juga melakukan penanaman di tempat-tempat yang dinilai kering dan tandus untuk mengembalikan fungsi tanah setempat,” tuturnya.
Ia menjual aneka tanaman (pohon) dengan harga terendah Rp 2.000 per pohon untuk jenis tanaman krokot, sedangkan pohon pule berusia 3 tahun dihargai Rp 15 juta per pohon. Jenis pohon pule biasanya dibeli para pejabat, dosen, dan pengusaha.
Pria kelahiran Wonosari, 20 Desember 1972, ini mengaku sangat puas ketika melewati sejumlah rumah penduduk. Ia menyaksikan pohon-pohon yang ia jual sudah tumbuh tinggi, bahkan sampai berbuah.
Sejak tahun 2008 ia memperkirakan sudah menjual sekitar 10 juta anakan, dengan perhitungan setiap tahun ia menjual 1 juta anakan pohon, dari tiga areal tanaman yang ada. Sebagian besar anakan pohon tersebar di Yogyakarta.
”Kalau bicara penghijauan di Yogyakarta, kami ini cikal bakal penghijauan itu. Kami memulai penghijauan itu di rumah-rumah, kantor-kantor, sisi kiri-kanan jalan, bantaran sungai, dan ruang publik. Namun, karena kami menjual anakan tanaman secara komersial, orang tidak peduli dengan pekerjaan yang kami tekuni. Sebenarnya, kami ini pahlawan lingkungan juga, tetapi tidak dihargai,” tutur Giman sambil tertawa.
Giman mempekerjakan empat orang. Giman sering mendapatkan proyek pemerintah untuk mendandani taman (halaman) kantor senilai Rp 30 juta. Luas taman itu bervariasi, yakni 300-500 meter persegi.